JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Prof Dorodjatun Kuntjoro Jakti sebagai saksi kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Penyidik memeriksa Dorodjatun terkait perannya sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

"Dorodjatun sebagai Ketua KSSK jadi perlu lihat karena surat tersebut ditandatangani saksi saat itu sebagai Ketua KSSK," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Selasa (2/1).

Febri mengatakan penyidik juga ingin mengetahui proses pembuatan surat tersebut. Sebab menurut Febri ada tahapan dalam penerbitan surat tersebut.

"Kita ingin tahu bagaimana proses pembuatan surat itu usulan siapa dan juga proses perdebatan sebelumnya seperti apa. Karena ada tahapan SKL itu terbit misalnya klasifikasi utang sebelumnya sampai diputuskan sluruh kewajiban selesai sehingga SKL bisa diterbitkan," kata Febri.

Dorodjatun menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada 9 Agustus 2001 hingga 20 Oktober 2004. Namun usai diperiksa KPK, Dorodjatun enggan menanggapi pemeriksaan KPK pada hari ini. Dorodjatun diperiksa sebagai saksi untuk dimintai keterangan tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Tanya saja KPK," ujar Dorodjatun.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka selaku mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Kasus berawal pada Mei 2002, Syafruddin menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.

Namun pada April 2004 Syafruddin malah mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL (surat keterangan lunas) terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang memiliki kewajiban kepada BPPN.

SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres nomor 8 tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002. KPK menyebut perbuatan Syafruddin menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 3,7 triliun. (dtc/mfb)

BACA JUGA: