JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keberadaan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi South atau dikenal JORR-S masih menyisakan persoalan. Hingga saat ini belum jelas siapa yang berhak mengelola jalan tol yang bisa menghasilkan pemasukan Rp1 miliar per hari ini.

Kemarin, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU Pera) Basuki Hadimuljono mendatangi kantor Jaksa Agung HM Prasetyo guna membahas tentang siapa yang berwenang mengelola ruas tol JORR ruas Pondok Pinang-Kampung Rambutan tersebut. Pengerjaan tol JORR ini sebenarnya telah rampung sejak 1998.

Namun di tengah penyelesaiannya saat itu, proyek ini terindikasi korupsi. Bahkan kasusnya yang ditangani Kejaksaan Agung telah berkekuatan hukum tetap. Pertemuan Basuki dan Prasetyo itu dilakukan tertutup.

"Jadi, kami (adakan) pertemuan ngurusin JORR-S (seksi South), yang masih ada dispute (persoalan)  secara hukum ini milik siapa," kata Basuki di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Kamis (27/8) .

Sementara itu Jaksa Agung Prasetyo mengungkapkan, Kejaksaan Agung akan segera membentuk tim untuk mengkaji persoalan ini. Diharapkan nantinya akan jelas siapa yang berhak mengelola tol ini. Karena saat ini sebenarnya tol ini merupakan masuk sebagai benda sitaan Kejaksaan Agung.

"Kami akan lakukan pengkajian kepada siapa JORR-S itu akan diserahkan dalam eksekusi nanti," jelas Prasetyo, Jumat (28/8).

Kejaksaan Agung akan berkoordinasi dengan banyak pihak, mulai Mahkamah Agung, Kementerian PU-Pera, Jasa Marga, Hutama Karya, dan Kementerian Keuangan.

"Akan diajak supaya tidak keliru, kami tidak mau meninggalkan kesalahan dalam eksekusi JORR-S itu," kata Prasetyo.

KASUS JORR - Kasus ini bermula ketika  PT Bank Negara Indonesia Tbk memberikan kredit ditujukan untuk pembangunan jalan tol JOR-S pada 1995 senilai Rp 2,5 triliun yang dicairkan pada 1997-1998. Penerima kredit adalah PT Hutama Yala (konsorsium antara PT Hutama Karya (BUMN) dan PT Yala Perkasa Internasional.

Belum tuntas pada proyek itu, PT Yala bekerja sama dengan Joko Ramiadji melalui PT Marga Nurindo Bakti (MNB) diduga bersama PT Hutama Karya menerbitkan surat berharga jenis medium term notes senilai total Rp 1,2 triliun pada 7 Oktober 1997 untuk membiayai proyek JORR ruas Kampung Rambutan-Pondok Pinang. Surat berharga diduga diterbitkan tanpa sepengetahuan komisaris Hutama Karya. Akibatnya, Hutama Karya dibebani utang.

Kejagung mencium aroma tidak sedap dan menetapkan Dirut Hutama Karya Tjokorda Raka Sukawati  dan Thamrin Tanjung dari Hutama Yala sebagai tersangka. Di pengadilan dia terbukti  bersalahdivonis dengan hukuman penjara satu tahun dan penanggung jawab Hutama Yala, Thamrin Tanjung dengan pidana penjara dua tahun.

Saat itu, sejumlah pihak telah diperiksa mulai Bambang Suroso dan Sejahtera Bank Umum (SBU). Sampai perkara berkekuatan hukum tetap (inkracht) mantan Dirut PT MNB Joko Ramiadji, putra Mooryati Soedibyo, dihentikan penyidikan dan dikeluarkan dari tahanan Kejagung pada 11 Juni 2003.

MINTA FATWA MA - Menteri PU-Pera Basuki mengatakan hingga saat ini kepemilikan jalan tol belum jelas. Ada tiga perusahaan yang saling berebut. Apakah milik PT Hutama Karya,  PT Jasa Marga atau PT MNB.

Karenanya Basuki perlu memperjelas persoalan tersebut. Dalam pertemuan perlu dihadirkan semua pihak. Diharapkannya pertemuan yang terakhir sehingga akan segera diambil keputusan.

"Semua telah diundang, Jasa Marga, dari Hutama Karya dari BPK, dari keuangan, dari banknya yang dulu kami undang semua, dan memberikan penjelasan, hanya sekarang tinggal menunggu tertulisnya terus akan diputuskan," terang Basuki.

Kasus ini kembali muncul sebab, menurut Menteri BUMN (saat itu) Dahlan Iskan, PT MNB ingin masuk dan mengelola lagi ruas jalan tol Kampung Rambutan – Pondok Pinang. Padahal jalan tol itu,  setelah asetnya dikuasai BPPN, jalan tol tersebut kemudian diserahkan pengelolaannya ke pemerintah. Lalu,  Kementerian PU menyerahkan pengelolaan ke Jasa Marga pada 1998.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana, mengatakan pertemuan Menteri PU-Pera membahas rencana eksekusi terhadap benda sitaan, yaitu hak konsensi pengelolaan JORR-S. Menurut dia, pertemuan tersebut masih akan dilanjutkan dengan meminta petunjuk Mahkamah Agung (MA), pendapat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), lalu rekomendasi PT PPA.

"Baru rapat awalan untuk mendengar dari pihak Pemerintah. Bahkan kemungkinan kalau perlu minta fatwa MA," kata Tony.

PEMERINTAH TUGASKAN JASA MARGA - Direktur Utama Jasa Marga Adityawarman membenarkan pengelolaan JORR tersebut masih ada masalah dengan pengelola yang lama. Saat itu Jasa Marga ditunjuk untuk melanjutkan proyek pembanguan JORR-S tersebut yang sempat mandeg tahun 2000.

PT MNB yang mengerjakan proyek ini tidak bisa lanjutkan akibat terbelit keuangan. Asetnya kemudian dikuasai BPPN yang pengelolaannya diberikan kepada Jasa Marga. "Jadi pertemuan itu untuk menyelesaikan masalah tersebut," kata Adityawarman kepada gresnews.com, Jumat (28/8).

Untuk melanjutkan proyek tersebut, Jasa Marga mengeluarkan dana sebesar Rp522 miliar. Awalnya proyek akan kembali dilakukan tender, namun akhirnya pemerintah menunjuk Jasa Marga. "Bagaimanapun proyek pembangunan jalan tol itu harus terus berlanjut untuk inter koneksi dengan tol lainnya," kata Aditya.

Sebelumnya pihak Jasa Marga sudah melakukan pembicaraan dengan PT MNB guna menyelesaikan masalah ini. Adapun pokok-pokok persoalan yang harus dinegosiasikan oleh kedua perusahaan meliputi dasar hukum (legal standing), nilai investasi, utang, hingga pendapatan yang selama ini berada di rekening penampungan.

Setelah dihitung ulang oleh kedua perusahaan, kemudian Kementerian PU melakukan verifikasi investasi yang telah dikeluarkan Jasa Marga berupa pelunasan utang MNB sebesar Rp 522 miliar. Ini merupakan sebagian dari utang sindikasi ke PT Bank Negara Indonesia Tbk senilai Rp 2,5 triliun pada 1997-1998. Lantaran terhempas krisis, perseroan tidak mampu membayar pinjaman sehingga asetnya ditahan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Selanjutnya, Jasa marga juga berinvestasi membangun simpang (interchange) ruas Jagorawi dan Pondok Indah untuk menghubungkan dengan ruas tol Kebon Jeruk-Penjaringan (JORR W1). Namun pada saat ini, nilai investasi tersebut sudah 3-4 kali lebih tinggi sehingga harus diverifikasi lagi oleh auditor.

BACA JUGA: