JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tiga tersangka kasus suap pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017 dan 2018, yakni anggota DPRD Jambi Cekman (Fraksi Restorasi Nurani), Tadjudin Hasan (Fraksi PKB), dan Parlagutan Nasution (Fraksi PPP).

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan kasus ini akan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif dan merusak tatanan demokrasi.

"Kita khawatir ini merupakan upaya untuk mengumpulkan sumber daya demi membayar ongkos politik ketika kontestasi politik yang sudah dilakukan pada tahun 2019 lalu," kata Kurnia kepada Gresnews.comSelasa (30/6/2020).

Menurut Kurnia ini bukan kali pertama. Banyak anggota DPRD yang diproses penegak hukum karena terlibat praktik suap menyuap ataupun korupsi.

"Kita berkaca pada beberapa waktu lalu kasus DPRD Malang dan juga DPRD Sumatera Utara. Saya rasa dapat dijadikan contoh bagaimana buruknya instansi legislatif dalam hal isu pemberantasan korupsi," tuturnya.

Kurnia menilai KPK sudah bekerja lebih baik hingga dapat mengembangkan kasus korupsi ini ke tingkat yang lebih tinggi lagi.

"Saya rasa tim KPK juga sudah bekerja untuk mengembangkan perkara ini lebih jauh. Yang mana sudah memproses juga mantan Gubernur Jambi Zumi Zola, " ucapnya.

ICW berharap proses ini bisa dituntaskan oleh KPK dan harusnya tidak menutup kemungkinan untuk aktor-aktor lain bisa juga dijerat.

Kasus ini adalah pengembangan perkara suap terhadap anggota DPRD Jambi terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017-2018.

KPK telah menetapkan tersangka sebanyak 18 orang, dan dari jumlah itu, 12 di antaranya telah diproses hingga persidangan. Para pihak yang diproses tersebut terdiri dari gubernur, pimpinan DPRD, pimpinan Fraksi DPRD, dan pihak swasta.

Ada 12 tersangka yang sudah diproses hingga ke persidangan antara lain Zumi Zola, Gubernur Jambi 2016-2021; Erwan Malik, Plt Sekretaris Daerah Provinsi Jambi; Arfan, Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi; Saifudin, Asisten Daerah 3 Provinsi Jambi; Supriono, anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019.

Lainnya adalah Sufardi Nurzain (anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019), Muhammadiyah (anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019), Zainal Abidin (anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019), Elhehwi (anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019), Gusrizal (anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019), Effendi Hatta (anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019), Jeo Fandy Yoesman alias Asiang (swasta).

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan ketiga tersangka akan ditahan selama 20 hari sejak 30 Juni sampai 19 Juli 2020 untuk kebutuhan penyidikan. Mereka akan ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.

"Sebelumnya tiga tersangka akan diisolasi mandiri selama 14 hari di Rutan KPK Kavling C1 untuk mencegah COVID-19," ujarnya dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/6/2020).

KPK sudah menetapkan status tersangka untuk ketiganya sejak 28 Desember 2018, bersama sepuluh orang lain, tujuh di antaranya sudah divonis. Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Perkara ini diawali dengan sebuah kegiatan tangkap tangan pada 28 November 2017. Dalam perkembangannya KPK mengungkap bahwa praktek uang "ketok palu" tersebut tidak hanya terjadi untuk pengesahan RAPBD TA 2018 namun juga terjadi sejak pengesahan RAPBD 2017.

Para unsur pimpinan DPRD Jambi diduga meminta uang "ketok palu", menagih kesiapan uang "ketok palu", melakukan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut, meminta jatah proyek dan/atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta sampai Rp600 juta per orang.

Pelaku korupsi dari sektor politik ini tercatat termasuk salah satu yang terbanyak ditangani KPK. Untuk pelaku anggota DPRD, sampai saat ini berjumlah 184 orang anggota DPRD yang tersebar di berbagai daerah.

Hal ini tentu saja merupakan sisi yang buruk bagi demokrasi yang sedang kita jalankan. Semestinya kepercayaan rakyat yang diberikan pada para wakilnya di DPR ataupun DPRD tidak disalahgunakan untuk mencari keuntungan pribadi. (G-2)

BACA JUGA: