JAKARTA - Kebijakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengangkat para milenial menjadi komisaris/direktur BUMN dianggap sekadar gimmick (tampilan atau kemasan) yang tujuannya untuk merangkul kelompok masyarakat berusia milenial. Kebijakan Erick itu, kata peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda, tak bisa dilepaskan dari motif politik.

"Terlebih lagi saat ini kebijakan pemerintah disorot oleh kaum menengah milenial," kata Huda kepada Gresnews.com, Jumat (26/6/2020).

Namun Huda menyampaikan sebenarnya tidak masalah bila kalangan milenial menjabat sebagai komisaris/direksi BUMN selama yang bersangkutan berkualitas dan mumpuni dalam bidang tugasnya. Selain itu yang tak kalah penting adalah mereka harus memiliki jiwa kepemimpinan karena tekanan politik dari dalam maupun luar akan sangat berat bagi orang yang lemah kepemimpinannya.

"Pemerintah juga jangan sampai mengulangi hal yang sama saat pengangkatan stafsus milenial di mana pengangkatannya banyak masalah dan menimbulkan masalah setelahnya," tandasnya.

Kebijakan Erick juga kencang disorot politisi PDIP Adian Napitupulu. Apalagi Erick menyebut kebijakan menempatkan milenial di jajaran pengurus BUMN sebagai eksperimen. Menurut Adian, itu tak patut.

"Pengangkatan milenial ini adalah langkah eksperimentasi BUMN. Nggak boleh dong, bos. Nggak boleh ada uang rakyat besar ditaruh di situ, ada harapan rakyat besar ditaruh di situ, ada persoalan ekonomi sedang sulit saat ini segala macam, jangan katakan ini langkah eksperimentasi," kata Adian dikutip dari Kompastv Forum Satu Meja, Rabu (24/6/2020) malam.

Adian menegaskan kenapa tidak boleh menggunakan kata eksperimen untuk pengangkatan komisaris BUMN lantaran bisa menghilangkan kepercayaan rakyat.

"Maksud saya seperti ini untuk menjaga rakyat tetap percaya pada pemerintah. Yang membuat rakyat tidak percaya justru dari BUMN sendiri," tuturnya.

Sementara itu Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan ada kriteria dan penilaian tertentu dalam menempatkan direksi atau komisaris di BUMN.

"Gini, ketika seorang pebisnis melalui perusahaan. CEO itu rata-rata sudah mempunyai level tinggi, bos. Artinya dia di bisnis apapun, kadang-kadang ditempatkan di mana pun, itu dia layak," kata Arya.

"Jangan dikatakan bahwa dirut pertambangan tidak akan mampu mengikuti pertambangan, itu konyol," tambahnya.

Kembali Arya menjelaskan mengenai kriteria seorang dirut. Ia memberi contoh Dirut PT Garuda Indonesia (Persero). Dia mampu merestrukturisasi utang Garuda Rp8,5 triliun. Kalau dia tidak mempunyai kemampuan finance yang kuat, tidak punya jaringan yang sangat kuat dia tidak akan mampu melobi semua pemberi utang. Dan ia berhasil membebaskan Garuda dari utang.

"Artinya bisa direstruktur sekian tahun. Kalau nggak udah mampus ni Garuda. Karena kemampuan dialah maka akhirnya Garuda bisa lepas dan bisa direstruktur utangnya. Dan itu CEO, bos," kata Arya.

Selain itu, seorang CEO harus mampu mengelola perusahaan atau bisnisnya. Dia harus mempunyai kemampuan manajemen, finance dan jaringan yang kuat. "Kalau nggak kuat, nggak bisa ini. Nah ini untuk direktur Garuda," tuturnya.

Namun Adian menyanggah, bukan soal konyol. Apalagi kalau CEO itu tidak memiliki track record dalam mengelola jasa transportasi dan dalam kondisi yang seperti ini (pandemi COVID-19), dia ditempatkan di pos tersebut.

"Nah, yang rakyat harapkan apa? Yang saya harapkan apa? Orang yang betul-betul berkompeten, mengerti tentang pengelolaan jasa transportasi, taruh dulu di situ. Kalau ini sudah kembali normal menjadi baik, bisa ganti-ganti. Secerdas-cerdasnya orang dia butuh waktu untuk beradaptasi," terang Adian.

Namun, menurut Adian, kalau Arya yakin seperti itu jalankan saja. Tetapi ia tidak percaya karena saat ini situasinya tidak normal.

"Begini, dari dirut kebun ke dirut kebun perusahaan lainnya saja butuh waktu adaptasi. Dia bilang tadi berkali-kali di situasi lain boleh saja. Di situasi ini tidak. Ini juga menjadi persoalan," paparnya.

Ia mengambil contoh, misalnya, bagaimana mungkin kemudian BUMN mengangkat para milenial. Lalu petinggi BUMN bilang kami sedang bereksperimen.

"Eksperimentasi dalam bahasa, Ya ampun, tolong dong, ini situasi negara sedang sulit, bahasa begitu saya berharap itu cuma salah kata saja," katanya.

(G-2)

BACA JUGA: