JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memvonis Miftahul Ulum 4 tahun penjara pada Senin, 15 Juni 2020.

Asisten pribadi atau aspri Imam Nahrawi ketika menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Ulum ini juga divonis membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar Ketua Majelis Hakim Ni Made Sudani saat membacakan putusan yang dihadiri Gresnews.com

Hakim menyatakan Ulum terbukti menerima uang Rp8,6 miliar yang bersumber dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy terkait pencairan dana hibah dari Kemenpora serta Program Indonesia Emas.

Hakim juga menyatakan seluruh uang itu diterima Ulum atas perintah Imam Nahrawi. Maka Ulum tak dituntut hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti.

Putusan terhadap Ulum lebih ringan dari tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yakni 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

Atas vonis tersebut, Ulum menyatakan menerima. Saya menerima putusan ini," katanya.

Ulum sebelumnya dituntut hukuman penjara 9 tahun denda Rp 300 subsider 6 bulan kurungan. Jaksa penuntut umum pada KPK meyakini Ulum menerima suap dana hibah KONI bersama mantan Menpora Imam Narawi.

Jaksa Ronald Worotikan menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi.

"Yakni secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama dan dakwaan kedua," ujar Jaksa Ronald Worotikan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (4/6).

Jaksa menyebut hal yang memberatkan, Ulum dianggap telah menghambat perkembangan prestasi atlet Indonesia yang dapat mengangkat harkat dan martabat Indonesia.

Ulum juga dianggap tidak kooperatif dan tidak berterus terang atas perbuatan yang dilakukannya. Ia juga berperan sangat aktif dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan.

Sementara hal yang meringankan Ulum dianggap bersikap sopan selama persidangan, dan memiliki tanggungan keluarga.

Sebelumnya, Miftahul Ulum didakwa menerima suap Rp11,5 miliar dari bekas Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johnny E Awuy. Suap tersebut diduga sebagai pemulus pencairan dana hibah dari pemerintah terhadap KONI melalui Kemenpora.

Perbuatan Ulum dilakukan bersama-sama dengan mantan Menpora Imam Nahrawi.

Penerimaan suap oleh Ulum dilakukan secara bertahap dalam dua kegiatan. Pertama, terkait pencairan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi Asian Games. KONI mengajukan proposal senilai Rp51,5 miliar.

Mulyana, mantan Deputi IV Kemenpora, mengarahkan Ending dan Jhonny berkoordinasi ke Ulum dengan mengatakan, "Saya memang KPA, tapi untuk persetujuan proposal bapak tetap harus menemui Miftahul Ulum untuk nego supaya bisa ada percepatan."

Ending kemudian menindaklanjuti arahan Mulyana dengan berkoordinasi dengan Ulum. Selama koordinasi tersebut, keduanya sepakat menentukan fee 15-19% bagi pihak Kemenpora termasuk untuk Imam Nahrawi.

Kemudian, realisasi fee tahap pertama sebesar 70% yakni Rp 21 miliar, diberikan secara bertahap. Jhonny meminta pihak bank mencairkan uang senilai Rp 10 miliar. Kemudian memerintahkan Ending untuk mengambil uang tersebut dan menyerahkan Rp 9 miliar kepada Imam melalui Ulum.

Kedua, penerimaan suap terkait proposal dukungan KONI Pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018. Nilai proposal kedua yang diajukan KONI sebesar Rp 16,4 miliar. Seperti proposal pertama, realisasi fee dilakukan secara bertahap. (G-2)

BACA JUGA: