JAKARTA - Pemerintah bersama DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memutuskan untuk menunda Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020, demi mencegah penyebaran COVID-19. Dengan adanya penundaan itu, masyarakat tetap diharapkan agar selektif memilih pemimpin daerahnya masing-masing.

Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengharapkan adanya peristiwa pandemi itu semakin menyadarkan masyarakat akan arti penting kepemimpinan. "Implikasinya adalah publik mulai lebih selektif untuk memilih calon kepala daerah mereka, karena terbukti, kalau dalam menghadapi kondisi krisis seperti sekarang ini, banyak kepala daerah kita yang gagap, seperti tidak mengerti apa yang harus dilakukan," kata Ray kepada Gresnews.com, Jumat (10/4).

Menurut Ray, hal itu menjadi pembelajaran yang sangat berharga bagi masyarakat untuk memilih calon kepala daerah yang terbaik. Mata masyarakat menjadi terbuka betapa pentingnya memilih pemimpin yang bijak dan mengutamakan masyarakat. Pemimpin yang dapat menjadi panduan dan panutan ketika terjadi krisis seperti saat ini.

Ia mengingatkan setelah pandemi COVID-19, banyak orang meramalkan akan terjadi krisis ekonomi. Publik juga dapat memetik pelajaran untuk memilih calon pemimpin yang berkualitas dan kredibel. Kepemimpinan itu penting untuk menyelamatkan masyarakat, paling tidak di daerah masing-masing, untuk menghadapi krisis ekonomi.

Menurut Ray, pilihan yang didasarkan pada hubungan kekerabatan, semata-mata karena solidaritas, uang atau karena identitas, telah gagal dan gagap dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan krisis. "Oleh karena itulah, orang/masyarakat bisa mengambil satu hikmah dari korona ini adalah jangan sembrono memilih kepala daerah. Sebab, kalau sembrono, kita akan kesulitan menghadapi situasi yang sulit," ujarnya.

Para calon yang hendak maju pilkada punya peluang untuk tampil, mengambil hati masyarakat. Tentu selama yang bersangkutan punya ide-ide cemerlang maka akan mendapat dukungan masyarakat. Mereka harus betul-betul matang dari segi keahlian, kemampuan, dan kecerdasan dalam menghadapi berbagai persoalan yang akan dihadapi setelah pandemi berlalu.

"Intinya, saya punya dugaan akan ada perubahan sikap politik masyarakat kita yang lumayan signifikan. Apa perubahan itu? Mungkin mereka akan lebih selektif lagi memilih calon kepala daerah. Jadi tidak lagi semata berdasarkan uang, popularitas, dan identitas. Tapi betul-betul mungkin sudah bicara soal sejauh apa kemampuan kepala daerah itu, dalam hal menuntaskan, menghadapi krisis-krisis," ungkapnya.

Selain itu, menurut Ray, penundaan Pilkada 2020 karena adanya COVID-19 adalah suatu keharusan, karena bersifat kahar, tak terduga, dan terjadi secara nasional. Undang-Undang (UU) Pemilu mengatur bahwa pelaksanaan pilkada itu dapat diulang atau ditunda jika terjadi sesuatu yang bersifat kahar (force majeur).

"Di satu segi, kita tidak tahu kapan ini akan berakhir. Apa benar ini akan berakhir Juni? Apakah ini berakhir Agustus? Dan seterusnya," tuturnya.

Menurut Ray, karena penundaan itu bersifat nasional, sementara dalam aturan penundaan bersifat lokal, perlu ada dasar hukum yang baru. Dasar hukum itu mau tidak mau melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Perppu itu mengatur waktu penundaan dan tata cara perpanjangan masa jabatan kepala daerah. Misalnya disebutkan pilkada baru dapat dilaksanakan jika secara nasional wabah korona sudah dapat diatasi.

"Sampai nanti pemerintah yang akan mengumumkan bahwa wabah korona ini sudah dinyatakan berlalu, itulah tahapan pilkada dapat dimulai," tutur Ray.

Perppu itu juga mengatur soal pendanaan pilkada yang mungkin tidak terlalu banyak berubah. Namun tentu ada biaya lain yang harus diperhitungkan. Yaitu, masa tenggang dalam konteks menghadapi pelaksanaan pilkada itu. Ditambah dengan aturan-aturan yang berkaitan dengan pengelolaan dana pada saat situasi sepenuhnya pulih.

Artinya, baik KPU maupun pemerintah harus berpikir bahwa dana yang dikeluarkan itu mungkin tidak akan sebanyak dana yang dikeluarkan pada situasi normal, karena sebagian besar dana sudah tersedot oleh keperluan mencegah wabah korona. KPU dan pemerintah harus menghitung pengeluaran dana seminimal mungkin.

Apakah ada imbas terhadap stabilitas sosial dan politik, menurut Ray, tidak ada. Tapi untuk kandidat mungkin bisa menguntungkan. "Kenapa? Karena artinya mereka punya waktu yang cukup panjang untuk sosialisasi di tengah masyarakat. Tapi memang ada persoalan pada biaya. Mungkin biaya mereka sedikit agak lebih," katanya.

Tapi itu tergantung manajemen pembiayaan para kandidat. Kalau mereka mampu mengelola pembiayaan mereka dengan baik, tentu tidak memerlukan penambahan yang besar pada masa jeda ini.

"Mudah-mudahan ini juga jadi pembelajaran kepada kandidat-kandidat yang akan datang bahwa ini saatnya mereka tampil sebagai pemimpin dengan ide, solusi menghadapi berbagai tantangan dari pada sekadar menyebarkan uang, membangkitkan politik identitas dan mengandalkan hubungan kekerabatan," tandasnya.

Sistem pemilihan kepala daerah secara serentak pada 2020 merupakan yang ketiga kalinya diselenggarakan di Indonesia. Pelaksanaan pemungutan suara direncanakan digelar secara serentak pada bulan September 2020. Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak pada 2020 sebanyak 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

(G-2)

BACA JUGA: