JAKARTA - Publik merasa pesimistis dengan pengembangan kasus dugaan suap yang menjerat Anggota KPU Wahyu Setiawan dan calon anggota legislatif asal PDIP Perjuangan (PDIP) Harun Masiku (HM) akan tuntas. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menunjukkan keseriusannya untuk menuntaskan kasus ini, bukan malah larut dalam aksi `goreng-menggoreng`.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan, ada keterangan pers yang berbeda antara fakta dan isi konpers tentang tersangka HM, apakah berada di luar negeri atau sudah di Indonesia setelah ditetapkan sebagai tersangka. Setidaknya tiga institusi diduga telah menyebarkan keterangan yang tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Ketiga institusi itu adalah KPK, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), serta Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham.

Ray menegaskan keberanian KPK kali ini diuji untuk menangkap segera HM. "Dalam sejarah pencarian tersangka di Indonesia, selama masih ada di Indonesia, KPK dan aparat keamanan biasanya cepat untuk menangkapnya. Saya berharap dalam minggu-minggu ini mestinya KPK sudah bisa menangkap yang bersangkutan," katanya kepada Gresnews.com seusai sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (24/1).

Menurut Ray, bila HM tertangkap, ada banyak sekali keterangan yang dapat digali. "Kalau ini berlama-lama, ya tentu makin menimbulkan pertanyaan kita, apakah KPK ini serius atau memang ikut gaya `goreng-menggoreng` juga terhadap proses ini," kata Ray.

Ray menambahkan Ketua KPK Firli Bahuri sebaiknya juga meninjau kembali berbagai kegiatan yang dilakukan akhir-akhir ini. Baik masak-memasak maupun jamuan makan malam saat berkunjung ke Mamuju, Sulawesi Barat.

Agenda itu menjadi polemik lantaran pimpinan KPK sebelumnya hampir tidak pernah menggelar pertemuan serupa. "Itu semua seperti menyakitkan di tengah adanya persoalan hukum yang belum sepenuhnya diselesaikan oleh KPK," ungkapnya.

Menahan diri, itu penting untuk mempertahankan pamor KPK. Sebaiknya ketua KPK dan para komisioner lainnya bisa menahan diri untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang dalam perspektif publik itu cacat etika.

Di lain sisi, keberadaan Dewas (Dewan Pengawas KPK) dinilai  belum sesuai dengan fungsi yang diharapkan untuk memperkuat KPK. Dalam situasi seperti sekarang semestinya Dewas sudah bisa memanggil komisioner KPK.

"Pertama, terkait dengan jamuan makan yang dilakukan oleh  ketua KPK. Saya pikir itu sedikit banyak bersinggungan dengan etika komisioner. Makan malam dengan pejabat negara yang punya potensi akan menjadi objek hukum mereka di masa yang akan datang biasanya itu selalu dicegah, " kata Ray.

Ray melanjutkan, yang kedua, tentu terkait dengan soal surat-menyurat. "Apa benar komisioner KPK sudah mengirimkan surat? Dan mereka merasa tidak menerimanya. Nah itu harus mereka panggil. Surat itu ke mana dan di mana dan seterusnya," katanya. (G-2)

BACA JUGA: