JAKARTA - Dalam sepuluh tahun terakhir ini Indonesia tidak lepas dari serangkaian peristiwa kekerasan dan teror mulai dari peledakan bom di Bali dua kali berturut-turut, teror di Poso, Ambon, aksi bom di Kedutaan Australia, Hotel Ritz-Carlton, JW Marriot dan lainnya. Belum lagi aksi teror disertai pembunuhan dan perampokan, bahkan pembunuhan aparat keamanan, polisi terjadi di Sumatera Utara dan Solo, Jawa Tengah. Indonesia rupanya bukan negara yang aman dari kegiatan terorisme.

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera Adery Ardhan Saputra mengatakan maraknya penggunaan istilah terorisme berkembang setelah bom Bali l. Setelah bom Bali itu, keluarlah Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada zaman pemerintahan dipimpin Megawati Soekarnoputri. "Baru keluar penggunaan istilah terorisme," kata Adery kepada Gresnews.com usai acara diskusi di Jakarta, Jumat (10/1).

Menurutnya, sebelum peristiwa bom Bali 1, pemerintah Indonesia merasa "kebal" dari aksi terorisme yang mulai marak di dunia saat itu. Kendati Indonesia sudah mendapat peringatan dari negara jiran yang tergabung dalam ASEAN, tak diindahkan.

"Tetapi pada zaman itu, kalau nggak salah jaman Megawati atau zaman Gus Dur. Itu kita masih seperti bahwa ada penyangkalan. Menurut salah satu buku yang saya baca ada penyangkalan. Bahwa di Indonesia tidak ada teroris. Karena kenapa? Ini sensitif ketika membicarakan teroris dan isunya saat itu juga adalah JI (Jamaah Islamiyah)," jelas Adery.

Kata Adery, Jamaah Islamiyah itu baru benar-benar habis dibredeli setelah bom Bali. Sebelum bom Bali mereka sudah ada namun dianggap baik-baik saja. "Akhirnya Indonesia merespons itu. Itu juga kita harus lihat respons pertama itu adanya dari tekanan saat itu Amerika dan Australia, terutama Australia. Membuat itu lahirlah Perppu Terorisme," katanya.

Selama ini Indonesia senantiasa berkomitmen dalam upaya penanggulangan terorisme, termasuk di antaranya upaya penanggulangan terorisme di bawah kerangka PBB. Dalam kaitan ini, Indonesia berperan aktif dalam melakukan kerja sama dengan United Nations Counter Terrorism Implementation Task Force (CTITF), Terrorism Prevention Branch-United Nation Office for Drugs and Crime (TPB-UNODC), dan United Nations Counter-Terrorism Executive Directorate (UNCTED). Lebih lanjut, Indonesia melakukan upaya untuk mengimplementasikan 4 (empat) pilar United Nations Global Counter-Terrorism Strategy (UNGCTS).

Pada  2010, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Workshop on the Regional Implementation of the United Nations Global Counter-Terrorism Strategy in Southeast Asia, yang bekerja sama dengan UN CTITF. Hasil pertemuan telah dilaporkan pada pertemuan tingkat menteri International Counter-Terrorism Focal Points Conference on Addressing Conditions Conducive to the Spread of Terrorism and Promoting Regional Cooperation di Jenewa pada  2013.

Peran penting Indonesia dalam penanggulangan terorisme internasional telah diakui oleh PBB dengan terpilihnya kembali Indonesia sebagai anggota dari Dewan Penasihat UN Counter-Terrorism Center untuk periode 2015-2018. (G-2)

BACA JUGA: