JAKARTA - Masalah perdagangan manusia (human trafficking) di Indonesia masuk ke dalam taraf mengkhawatirkan. Terlebih, pada era internet saat ini, kesempatan bagi pelaku dalam melakukan perdagangan manusia kian terbuka.

Direktur Eksekutif Gerakan Optimis Research and Consulting (GORC) Tigor Mulo Horas Sinaga mengatakan masalah human trafficking harus segera ditangani lebih serius oleh pemerintah. "Beragam modus perdagangan ini sering dilakukan," katanya dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Kamis (19/12).

Pada 2018 saja, sesuai catatan KPAI ada 329 korban perdagangan anak. Dari jumlah itu, 65 kasus di antaranya merupakan korban perdagangan manusia, 93 korban prostitusi, 80 kasus kekerasan seksual, dan 91 kasus eksploitasi pekerja. Hingga pertengahan 2019, KPAI menerima 15 kasus, 5 kasus di antaranya korban trafficking, 1 korban prostitusi, 5 korban kekerasan seksual, dan 4 korban eksploitasi pekerja anak. 

Ia menjelaskan, banyak korban human trafficking berawal dari perkenalan via daring atau siber, seperti Facebook atau Twitter. Horas menyebut lima provinsi yang memiliki korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terbanyak, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. 

Horas memaparkan modus perdagangan yang sering dilakukan adalah melalui pengiriman buruh migran perempuan, pengiriman Pembantu Rumah Tangga (PRT) domestik, eksploitasi seksual, perbudakan, pengantin pesanan, pekerja anak, pengambilan organ tubuh, adopsi anak, penghambaan. Lalu bisa juga dengan alibi sebagai duta seni, budaya, dan bahasa, serta kerja paksa hingga penculikan anak atau remaja. 

"Para pelaku ini predator, mereka buas. Dalam menjebak mangsa-mangsanya, para pelaku biasanya cukup sabar dan telaten. Bisa sampai enam bulan mereka jalankan operasi menjebak korbannya. Mulai dari kenalan, pendekatan, mengakrabkan diri, pura-pura jadi tempat curhat, sampai bisa memahami ritme hidup calon korbannya. Mereka ini berdarah dingin. Masyarakat hendaknya ekstra hati-hati, terutama bagi para remaja putri yang ingin mencari kerja di luar negeri," katanya. 

Menurutnya, negara wajib membela warganya yang menjadi korban dan memberantas sindikat atau mafia perdagangan manusia ini. Indonesia merupakan negara yang menjadi negara asal perdagangan orang ke luar negeri dengan tujuan Malaysia, Singapura, Brunei, Taiwan, Jepang, Hongkong, dan Timur Tengah.

"Tantangan mengatasi perdagangan manusia ini hanya bisa berhasil dengan karya sinergi pemerintah dengan elemen-elemen masyarakat. Ini masalah yang tak mudah, tapi bukan berarti itu mustahil. Kita sebagai bangsa yang beradab wajib menolong para korban perdagangan manusia dan menghentikan praktik kejahatan human trafficking itu," kata Horas. 

Dalam laporan tahunan Departemen Luar Negeri AS tentang Perdagangan Orang tahun 2011, Indonesia masuk lapis kedua dalam standar perlindungan korban perdagangan orang (TPPO). Negeri ini, menurutnya, dinilai termasuk sumber utama perdagangan perempuan, anak-anak dan laki-laki, baik sebagai budak seks maupun korban kerja paksa. 

"Menurut laporan, sekitar enam juta warga Indonesia menjadi pekerja migran di luar negeri, termasuk 2,6 juta di Malaysia dan 1,8 juta di Timur Tengah. Dari keseluruhan pekerja migran itu, 4,3 juta di antaranya berdokumen resmi dan 1,7 juta lainnya digolongkan pekerja tanpa dokumen. Sekitar 69 persen pekerja migran Indonesia perempuan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan memperkirakan 20 persen TKI yang bekerja di luar negeri jadi korban perdagangan manusia. Saat ini ada 6,5 juta-9 juta TKI bekerja di luar negeri. Berdasarkan data Organisasi Migrasi Internasional, 70 persen modus perdagangan manusia di Indonesia berawal dari pengiriman TKI secara ilegal ke luar negeri," terang Horas.

Indonesia juga menjadi negara tujuan perdagangan orang yang berasal dari China, Thailand, Hongkong, Uzbekistan, Belanda, Polandia, Venezuela, Spanyol, dan Ukraina dengan tujuan eksploitasi seksual. Eksploitasi meliputi setidak-tidaknya pelacuran atau eksploitasi prostitusi orang lain, atau tindakan lain seperti kerja atau layanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, perhambaan, atau pengambilan organ tubuh. 

Horas menyebut, Indonesia berada di urutan kedua kejahatan perdagangan manusia yang melibatkan kekerasan maupun eksploitasi seksual terhadap anak-anak pada 2012.

Menurut PBB, Indonesia masuk wilayah tujuan, transit dan negara asal untuk perdagangan manusia. Penyebab utama maraknya praktik ini karena kemiskinan, kesulitan hidup, tak tersedianya lapangan kerja, tingkat pendidikan yang rendah, tingkat keamanan yang rendah, dan belum maksimalnya peran Pemerintah sehingga peluang-peluang itu diambil oknum-oknum tak bertanggung jawab

"Menurut yang saya dalami, perdagangan manusia ini perusahaan kriminal terbesar ketiga tingkat dunia, menghasilkan sekitar US$9,5 juta dalam pajak tahunan, dan salah satu perusahaan kriminal paling menguntungkan dan sangat terkait dengan pencucian uang, perdagangan narkoba, pemalsuan dokumen, dan penyeludupan manusia," ujarnya. (G-2)

 

BACA JUGA: