JAKARTA - Perpecahan di dalam tubuh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) telah berlangsung selama kira-kira empat tahun. Terdapat dua kubu yang berseteru: BANI Mampang dan BANI Sovereign (BANI Ahli Waris). Perkembangan teranyar adalah putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) pada 29 Oktober 2019, yang isinya menolak permohonan banding kubu BANI Mampang (Husseyn Umar dkk) dan memutuskan BANI Sovereign sebagai lembaga arbitrase yang sah.

Nama BANI Mampang diambil dari lokasi kantornya yang beralamat di Mampang, Jakarta Selatan. Ada pun BANI Sovereign diambil dari nama gedung kantor di Gedung Sovereign, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.

Kuasa hukum BANI Sovereign Anita Kolopaking menjelaskan, putusan kasasi itu menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang sebelumnya telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara Nomor 674/Pdt.G/2016 /PN Jkt.Sel itu.

"Berdasarkan hal tersebut maka sekarang putusan Nomor 674 yang telah dijatuhkan pada tanggal 22 Agustus 2017 telah memiliki kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde)," kata Anita kepada Gresnews.com, Jumat (29/11), melalui pernyataan tertulis.

Ia menjelaskan amar putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut mengabulkan gugatan para penggugat (BANI Sovereign) untuk sebagian, menyatakan para tergugat (BANI Mampang) telah melakukan perbuatan melawan hukum, menyatakan kepengurusan tergugat tidak sah dan tidak memiliki kedudukan hukum, serta menyatakan kepengurusan BANI saat ini (BANI Mampang) demisioner.

Putusan kasasi juga menyatakan sah dan mengikat pembentukan, pendirian, pengangkatan, serta penunjukan organ perkumpulan BANI berdasarkan Akta Pendirian BANI Nomor 23 Tanggal 14 Juni 2016 yang telah mendapat persetujuan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Putusan itu juga menyatakan Soebekti, Suwoto Sukendar, Yulius Yahya, Harjono Tjitrosoebono, Priyatna Abdurrasyid dan Abubakar sebagai pendiri BANI. Dalam hal pendiri BANI telah meninggal dunia maka peranannya diteruskan oleh ahli waris yang sah. Ahli waris yang dimaksud ialah Arman Sidharta Tjitrosoebono, Arno Gautama Harjono, Arya Paramite, Nurul Mayafaiza Permita Leila, Sariswati Permata Vitri, Mounti Rigveda Putra, dan Dewi Saraswati Permata Suri.

Selanjutnya, hakim MA juga menghukum para tergugat untuk menyerahkan BANI kepada para penggugat selaku ahli waris, termasuk menyerahkan unit perkantoran milik BANI di Menara 165 Unit D Lantai 8 di Jalan TB Simatupang Kav 1, Cilandak Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan beserta isinya. Anita meminta pihak BANI Mampang bersikap kooperatif dalam proses penyerahan aset BANI kepada para ahli waris, sehingga tidak perlu ada upaya paksa (eksekusi) yang justru akan merugikan para pengguna layanan arbitrase BANI, para pegawai BANI, para arbiter, dan para pemangku kepentingan lainnya. "Tidak melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengalihan aset BANI karena hal tersebut dapat diancam dengan delik pidana," ujarnya.

BANI adalah lembaga arbitrase perdata dengan payung hukum UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. BANI menyelesaikan setiap sengketa keperdataan antara para pihak di sektor privat, seperti sektor perdagangan, industri dan keuangan, korporasi, asuransi, lembaga keuangan, pabrikasi, hak kekayaan intelektual, lisensi, waralaba, konstruksi, pelayaran/maritim, lingkungan hidup, penginderaan jarak jauh, dan lain-lain.

Lembaga arbitrase menjadi lembaga terpandang dan cukup berpengaruh di bidang bisnis di dunia internasional. Misalnya, Singapura memiliki Singapore International Arbitration Centre (SIAC), Amerika Serikat mempunyai The International Centre For Settlement of Investment Dispute (ISCID) dan Perancis memiliki International Chamber of Commerce (ICC). Hingga kini, ICC diyakini merupakan lembaga arbitrase paling terpandang di dunia.

(G-2)

BACA JUGA: