JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini cenderung stagnan pada angka 5%. Pemerintah perlu waspada dan melakukan beberapa langkah perbaikan agar perekonomian bisa melejit.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengatakan terjadi perubahan struktur investasi yang berdampak pada penyerapan tenaga kerja. "Padahal investasi tumbuh bagus tapi kemampuan menyerap tenaga kerja malah makin rendah," ujar Heri kepada Gresnews.com, Kamis (7/11), di Jakarta.

Ia menjelaskan investasi yang masuk pada kuartal III 2018 sebesar Rp176 triliun dan menyerap sekitar 289 ribu tenaga kerja. Sementara kuartal III 2019, investasi yang masuk meningkat hingga Rp205 triliun, namun porsi serapan tenaga kerja hanya sekitar 212 ribu orang.

Bila investasi banyak yang masuk namun tak berpengaruh besar pada peningkatan tenaga kerja, artinya Indonesia termasuk kategori boros modal. Penyebabnya adalah investasi yang masuk kebanyakan berasal dari sektor industri jasa yang tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap serapan tenaga kerja.

"Besar saja tidak cukup, tapi harus tumbuh dan tepat sasaran," katanya.

Indonesia memang membutuhkan masuknya investasi yang diharapkan bisa memberikan dampak bagi serapan tenaga kerja sehingga meningkatkan konsumsi. Namun, pola investasi yang sejak 2013 didominasi oleh sektor manufaktur kini beralih ke sektor tersier, seperti jasa, yang tidak memerlukan banyak tenaga kerja.

"Ekonomi kita pengaruhnya besar dari sektor industri manufaktur. Kalau ekonomi mau tumbuh lebih besar maka tumbuhkan saja Industri (manufaktur). Itu sudah terbukti," ungkapnya. (G-2)

 

BACA JUGA: