JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah membentuk Kabinet Indonesia Maju. Terlepas dari pro dan kontra yang terjadi sebagai respons atas komposisi para pembantu presiden dalam menjalankan pemerintahan, penting untuk dicatat bahwa pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap agenda penanganan ancaman terhadap Pancasila, seperti radikalisme/terorisme.

Direktur Riset SETARA Institute Halili menegaskan ancaman terhadap Pancasila itu nyata, namun kepolisian mesti mengambil peran yang tepat, terutama dalam penegakan hukum dan pencegahan ancaman terhadap Pancasila sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Pendekatan demokratis, sipilian dan non-kekerasan harus dikedepankan dalam menangani ancaman tersebut, sebagaimana pendekatan yang sama juga harus dipilih sebagai prioritas dalam penanganan aksi-aksi damai sebagai saluran ekspresi dan kebebasan mengemukakan pendapat," kata Halili dalam keterangannya kepada Gresnews.com, Jumat (8/11).

Riset SETARA institute mengidentifikasi tiga lokus kritis ancaman terhadap Pancasila dan kebhinekaan. Pertama, dunia persekolahan. Survei tiga tahun lalu di 171 sekolah negeri menunjukkan bahwa 0,3% siswa kita terpapar ideologi teror, 2,4% dari mereka intoleran aktif, 35,7% intoleran pasif, dan sisanya 61,6% toleran.

Kedua, perguruan tinggi. Survei di 10 Perguruan Tinggi Negeri tahun 2019 menunjukkan bahwa 8,1% mahasiwa sangat formalis, ingin berjihad untuk menjadikan keyakinannya menjadi regulasi formal negara.

Ketiga, Aparat Sipil Negara (ASN), Kepolisian dan TNI. Studi kebijakan SETARA pada 2018 menunjukkan bahwa regulasi teknis dan prosedur operasional yang berlaku di lingkungan ASN tidak memadai dalam memitigasi dan menangani aparat yang ‘tidak setia’ pada Pancasila.

Bukan hanya di ASN melainkan juga Kepolisian dan TNI. Penegak hukum juga mesti berbenah pada ranah internal. Beberapa anggota kepolisian terpapar radikalisme, mulai dari Brigadir K di Jambi pada 2018 hingga Bripda NOS yang dua kali ditangkap pada 2019. Maka mendesak bagi Kapolri untuk melakukan audit tematik dalam jabatan atas petinggi dan anggota serta penyaringan ideologis dalam rekrutmen di lingkungan internal kepolisian. (G-2)

BACA JUGA: