JAKARTA - Persoalan pembebasan lahan menjadi salah satu isu krusial dalam pembangunan karena menyangkut kepastian jalannya sebuah proyek. Mengingat pentingnya masalah ini, masyarakat perlu mengetahui mekanisme dalam pembebasan lahan.

Sekretariat Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional Alen Saputra telah memiliki acuan bersandar pada aturan yang berlaku. Salah satu tahapan yang cukup krusial adalah konsultasi publik. "Saat konsultasi publik biasanya masyarakat belum bisa memastikan apa dia kena atau tidak jadi kurang tanggap karena belum ada kepastian proyek berjalan," kata Alen kepada Gresnews.com usai sebuah acara di Jakarta, Kamis (31/10).

Namun pada tahapan selanjutnya baru lebih intens bahkan ada juga yang menolak tanahnya digunakan untuk kepentingan umum. Padahal sesuai aturan justru pada saat konsultasi publik itulah keberatan para pihak bisa disampaikan.

Ia menjelaskan apabila setelah konsultasi publik masih terdapat keberatan para pihak terhadap rencana pembangunan maka dilaksanakan konsultasi publik ulang dalam waktu paling lama 30 hari setelah ditandatanganinya berita acara konsultasi publik I. Apabila setelah dilaksanakan konsultasi publik ulang masih terdapat keberatan para pihak, instansi yang memerlukan tanah melaporkan kepada Gubernur melalui tim persiapan.

Gubernur kemudian membentuk Tim Kajian Keberatan yang memiliki tugas menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan. Kemudian dapat melakukan pertemuan/klarifikasi dengan pihak yang keberatan dan membuat rekomendasi ditolak/diterimanya keberatan.

Berdasarkan rekomendasi Tim Kajian Keberatan, Gubernur membuat surat kepada instansi yang memerlukan tanah perihal diterima/ditolaknya keberatan. Dalam hal keberatan diterima oleh Gubernur, maka instansi yang memerlukan tanah membatalkan rencana pembangunan di lokasi tersebut dan memindahkan ke lokasi lain. (G-2)

 

BACA JUGA: