JAKARTA - Pemerintah menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) hingga 100%. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, Kamis pekan lalu (24/10).

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan para buruh menolak kenaikan iuran BPJS ini karena mengakibatkan daya beli mereka turun. Pendapatan yang diterima masyarakat di tiap-tiap kabupaten/kota berbeda-beda (termasuk nilai UMP/UMK berbeda) namun kenaikannya disamakan untuk seluruh daerah.

"Misal iuran BPJS Kesehatan klas 3 menjadi Rp42 ribu dikalikan lima orang anggota keluarga; suami, istri, dan tiga anak. Maka pengeluaran bayar iuran setiap keluarga di seluruh Indonesia adalah sama yaitu Rp210 ribu," kata Iqbal dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Kamis (31/10). 

Ia menjelaskan karena pendapatan masyarakat di setiap kabupaten/kota berbeda, bagi masyarakat Jakarta yang berpenghasilan sebesar upah minimum Rp3,9 juta saja masih agak berat dan akan menurunkan daya beli. Apalagi kenaikan UMP yang kecil di daerah dengan upah minimum kecil seperti Sragen, Yogyakarta, Boyolali, Halmahera, Pacitan, Banjarnegara, Subang, Papua, Mamuju yang upah minimum dan penghasilan masyarakatnya di bawah Rp2 juta maka bayar iuran BPJS Rp210 ribu per keluarga tadi akan sangat berat.

Seharusnya, kata Iqbal, iuran BPJS Kesehatan tidak dinaikkan. Apalagi bagi kaum buruh, karena setiap tahun iuran BPKS Kesehatannya pasti naik. Karena nilai iuran dihitung dari persentase upah yang diterima. Faktanya setiap tahun upah buruh naik maka otomatis iuran BPJS juga naik.

Iqbal menegaskan, akan ada gelombang demonstrasi besar dari masyarakat dan buruh untuk menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut, khususnya klas 3.

"Solusi defisit dana BPJS Kesehatan seharusnya bukan menaikkan iuran, tetapi dengan cara menaikkan jumlah peserta pekerja formal. Karena iuran mereka setiap tahun otomatis naik. Saat ini jumlah pekerja formal yang menjadi peserta BPJS Kesehatan hanya 30% dari total pekerja formal," katanya. 

Selain itu, untuk menutup defisit dengan mengambil dari dana cukai rokok yang berjumlah ratusan triliun rupiah. Hal yang lain adalah menaikkan jumlah peserta PBI orang miskin dengan nilai iuran PBI dinaikkan menjadi nilai keekonomian. (G-2)

BACA JUGA: