JAKARTA - Kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) selama ini dinilai cukup baik kendati mendapatkan anggaran yang terbatas. Untuk mengoptimalkan peran kejaksaan dalam menangani perkara, pemerintah perlu memberi alokasi tambahan anggaran, yang tentunya harus disertai dengan pengawasan. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan anggaran kejaksaan saat ini belum optimal.

Peneliti Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Rima Amelia menjelaskan berdasarkan dokumen anggaran, realisasi anggaran di kejaksaan kurang optimal, sementara itu di sisi lain, penanganan perkara bisa melebihi target dalam perencanaan.

"Anggaran biaya per perkara kejaksaan tidak sesuai dengan beban perkara yang ada, terutama di daerah dengan kesulitan geografis tertentu dan perkara yang memerlukan waktu yang cukup lama," kata Rima dalam diskusi yang dihadiri Gresnews.com di Jakarta, Selasa (22/10).

Ia menjelaskan serapan anggaran belum optimal karena perencanaan yang belum komprehensif sehingga alokasi anggaran tidak mampu terserap. Rekomendasinya adalah menaikkan fleksibilitas penggunaan anggaran dengan cara revisi dan realokasi anggaran.

Berdasarkan Laporan Kinerja Kejaksaan RI Tahun 2017, terlihat kontribusi langsung kejaksaan dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi di seluruh Indonesia. Ada tren peningkatan kontribusi setiap tahunnya.

Peran kejaksaan dalam mengamankan aset negara juga merupakan hal yang tidak kalah penting. Sebagai contoh, pada 2019, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur dalam Gerakan Bersama Penyelamatan Aset Negara telah berhasil mengembalikan aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP) sebesar Rp5 triliun.

Dia melanjutkan capaian-capaian di atas tentu menjadi catatan positif  kinerja kejaksaan dari tahun ke tahun. Akan tetapi, tentunya perlu didorong lagi dengan anggaran yang proporsional, adaptif, dan sesuai kebutuhan dalam menjalankan tugas, pokok, dan fungsinya.

"Jika kejaksaan sudah ditopang oleh anggaran yang optimal, bukan tidak mungkin kualitas penegakan hukum Indonesia akan lebih baik," ungkapnya. (G-2)

BACA JUGA: