JAKARTA - Rencana Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh menerapkan aturan hukum cambuk bagi terdakwa pengguna narkoba pemula ditentang masyarakat lantaran bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Selain itu juga dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu hak atas kesehatan yang dijamin oleh Pasal 28H UUD 1945 bahwa setiap orang, termasuk pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika, berhak memperoleh pelayanan kesehatan; pecandu narkotika dan korban penyalahguna narkotika berhak memperoleh hak konstitusionalnya untuk mendapat layanan kesehatan.

Di antara pihak yang menentang adalah Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Rumah Cemara yang mengingatkan bahwa Pasal 4 UU Narkotika menjelaskan salah satu tujuan UU ini adalah untuk menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Tujuan ini merupakan rumusan yang progresif, karena dalam UU narkotika sebelumnya tidak dinyatakan salah satu tujuan utama UU Narkotika adalah menyediakan pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika.

"Pasal 54 UU Narkotika juga menjelaskan intervensi bagi pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika adalah menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial," kata peneliti ICJR Maidina dalam keterangannya kepada Gresnews.com, Jumat (18/10).

Menurutnya, Pasal 103 ayat (1) huruf a UU Narkotika memberi jaminan bahwa hakim dalam menangani perkara pecandu narkotika dapat memutus terdakwa menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi ataupun berdasarkan Pasal 104 ayat (1) huruf b hakim berwenang menetapkan terdakwa menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi.

Manajer Program Rumah Cemara Ardhany S menambahkan dalam Pasal 127 UU Narkotika pun kemudian dijelaskan bahwa pertimbangan putusan bagi penyalah guna narkotika golongan wajib memperhatikan upaya rehabilitasi. Komitmen ini pun telah dikonkretkan dalam banyak peraturan pelaksanaan di bawahnya, termasuk dalam aturan internal institusi penegak hukum yang menjamin bahwa pecandu narkotika dan penyalah guna narkotika yang merupakan bagian dari pengguna narkotika untuk diberikan rehabilitasi, bukan cambuk.

Tidak hanya itu, Kementerian Dalam Negeri melalui Surat No. 188.34/1655/S.J pun telah mengkritik Qanun Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayah yang memuat hukuman cambuk. Kemendagri menyatakan hukuman cambuk Qanun bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi, antara lain bertentangan dengan KUHAP, UU Kepolisian, UU Kejaksaan, UU Mahkamah Agung.

Keberlakuan Qanun tersebut dijelaskan sebagai bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan UU Hak Asasi Manusia. Kemendagri juga menyebut bahwa pengaturan tata cara hukuman cambuk melanggar Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (2), Pasal 28I ayat (1), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, Cambuk juga dinyatakan sebagai bentuk penyiksaan yang melanggar UU Pengesahan Konvensi Anti Penyiksaan, juga melanggar UU Pengesahan Konvensi Hak Sipil dan Politik. Secara tegas Kemendagri juga menyatakan hukuman cambuk bertentangan dengan perlindungan hak asasi manusia yang dimuat dalam Pasal 2 huruf c Qanun itu sendiri.

Pelaksanaan cambuk juga bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Helsinki pada bab 1.4 tentang Peraturan perundang-undangan, poin 1.4.2 bahwa Legislatif Aceh akan merumuskan kembali ketentuan hukum bagi Aceh berdasarkan prinsip-prinsip universal hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. (G-2)

BACA JUGA: