JAKARTA - Penerimaan pajak setiap tahunnya tak pernah mencapai target selama hampir sepuluh tahun. Beban berat ada di pundak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang bertugas menjadi pemungut pajak. Namun masalah penerimaan pajak ini bukan semata-mata sebuah upaya di hilir namun terkait juga dari hulunya yang harus dilakukan perbaikan.

Ekonom senior Faisal Basri mengatakan pajak itu bisa diibaratkan menanam pohon. Bila bisa mendapatkan bibit baik maka kelak buah yang dihasilkannya juga buah yang ranum.

"Harus disadari bahwa penerimaan pajak terbesar adalah industri. Nah, kalau industrinya trennya turun terus ya pertumbuhan pajak juga turun," ujarnya kepada Gresnews.com usai diskusi di Tjikini Lima Restaurant & Cafe, Jakarta, Selasa (15/10).

Memang saat ini telah muncul industri 4.0 seperti GoJek dan Grab yang terus tumbuh dan memangkas angka pengangguran. Namun itu semua belum efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkualitas lantaran belum berperan besar dalam menyumbang pajak.  

Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah perkembangan industri 4.0 namun belum membayar pajak. Misalnya pekerja lepas seperti supir ojek online (ojol) yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Menurutnya, sebuah badan usaha formal bakal melakukan pemotongan pajak pendapatan kepada para pegawainya. Sementara supir ojek online berstatus sebagai mitra kerja yang tidak mendapat slip gaji dari perusahaan yang mempekerjakannya.

Target pendapatan pajak dalam APBN 2019 sebesar Rp1.577,56 triliun. Sampai Oktober ini realisasi pajak baru menyentuh 57% sehingga sampai akhir tahun diperkirakan juga kembali tak akan mencapai target pemerintah. (G-2)

 

BACA JUGA: