JAKARTA – Bila Indonesia tidak serius melakukan pemberantasan korupsi dapat berujung pada kebangkrutan negara secara ekonomi. Persoalan politik dan ekonomi saat ini telah saling mempengaruhi dan tidak bisa dipisahkan, sehingga bila salah satu faktor politik terganggu, dapat berpengaruh terhadap faktor ekonomi.

Ekonom senior yang juga pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri menegaskan pernyataan yang menyebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghambat investasi adalah keliru. "Yang terjadi sekarang itu political corruption, bukan sekadar petty corruption. Kalau political corruption, itu bisa membangkrutkan negara," kata Faisal dalam keterangan yang diterima Gresnews.com berdasarkan hasil diskusi di kantor ICW, Kamis (10/10).

Menurutnya political corruption itu pernah terjadi pada 1998 dan bisa membangkrutkan negara. Pada 1998, tidak ada lagi checks and balances sehingga berujung pada kebangkrutan negara secara ekonomi. Hal inilah yang dikhawatirkan terjadi jika KPK dilemahkan, karena political corruption melibatkan para pengambil keputusan politik atau kebijakan dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya.

Faisal menjelaskan political corruption ini menjadi instrumen interest group yang memburu rente tak kenal batas. Pada saat yang sama juga menjadi patron, baik bagi yang ada di dalam kekuasaan atau pun yang tidak (oposisi). Inilah yang berbahaya, karena akan menghasilkan systemic corruption, di mana para elite-lah yang mengontrol pemerintahan (elite-controlled-government).

Political patronage ini, lanjut Faisal, membuat lingkaran keuntungan eksis di sekitar orang-orang yang sama, dan hal ini melahirkan rente besar, di mana persaingan tidak terwujud. Misalnya, dalam proses tender yang menjadi salah satu bentuk proses mewujudkan persaingan usaha, tidak dilakukan. Tender adalah salah satu musuh dari patronase politik, sehingga pendapatan negara tidak optimal. Salah satu dampaknya adalah, penyelewengan APBN.

Ia menegaskan sebenarnya korupsi bukan sekadar musuh penegak hukum namun korupsi adalah musuh peradaban. Kondisi yang terjadi sekarang terjadi, kekayaan sumber daya ekonomi termasuk sumber daya alam (SDA) memarginalkan kekuatan rakyat, di mana penguasaan sumber daya ekonomi dilanggengkan oleh penguasa yang mencari perlindungan dengan dukungan politik. Sekarang, bahkan banyak pengusaha yang akhirnya membuat parpol, untuk mempertahankan penguasaan ekonominya.

Lantaran korupsi merajalela dan melemahkan ekonomi, pemberantasan korupsi haruslah diperkuat. Indonesia merupakan penerima investasi terbesar nomor 16 di Asia tahun 2018, Indonesia tertinggi di ASEAN. Masalahnya adalah: investasi tinggi, tapi pertumbuhan hanya 5%, disebabkan korupsi. Korupsi yang merajalela bisa menimbulkan kondisi kembali pada tahun 1998.

Bank Dunia pernah membahas soal shadow power, yang merupakan latar belakang dari lahirnya KPK itu sendiri. Pemerintahaan saat ini hanya mampu membuat pertumbuhan ekonomi sebesar 5%. Artinya secara kualitas perekonomian menurun sehingga rakyat malah menjadi beban negara.

Korupsi yang merajalela menimbulkan kekhawatiran benih letupan sosial, ketika masyarakat sudah tidak dapat menahan beban, menyalahkan demokrasi. Dampaknya masyarakat lantas menginginkan masa-masa otoriter karena berpikir bahwa demokrasi tidak memberikan kebaikan. (G-2)

BACA JUGA: