JAKARTA - Perjuangan mengakhiri pidana mati di Indonesia masih panjang dan terus berlanjut. Pembaruan kebijakan pidana mati yang diharapkan mampu dihadirkan oleh Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) belum menjadi angin segar.

Pengaruh agama dalam perumusan pidana mati, saat pembahasan RKUHP saat ini, lebih merupakan alasan yang dikedepankan di tengah gelombang penolakan pidana mati yang semakin membesar di Indonesia.

Sebagai catatan, Prof Mardjono Reksodiputro yang merupakan Ketua Tim Perumus RKUHP pada 1987-1993 berhasil merampungkan draf pertama RKUHP, dalam sebuah wawancara, justru menyatakan tidak ada diskusi di antara tim perumus yang menghubungkan pengaruh agama dalam pembahasan hukuman mati. Namun merupakan jalan tengah di antara tim perumus yang berasal dari para akademisi dan perwakilan lembaga-lembaga hukum.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara mengatakan melalui Laporan Kebijakan Hukuman Mati di Indonesia 2019, mengingatkan kembali pernyataan pemerintah Indonesia dalam berbagai forum internasional. "Pernyataan itu secara jelas menegaskan komitmen Indonesia untuk mempertimbangkan pemberlakuan moratorium hukuman mati hingga mengambil langkah untuk menghapus hukuman mati," katanya dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Kamis (10/10).

Komitmen ini seharusnya didukung dengan menjamin bahwa tuntutan dan putusan pidana mati tidak lagi dilakukan. Pada kenyataannya komitmen ini hanyalah sekadar pernyataan untuk menjaga citra internasional Indonesia. Dalam laporan ini dijelaskan masih banyaknya penuntutan dan putusan pidana mati yang terjadi sepanjang Oktober 2018 hingga Oktober 2019.

Jumlah kasus yang dituntut dan/atau diputus dengan hukuman mati adalah sebanyak 102 kasus dengan jumlah total 112 terdakwa, 87 terdakwa yang dituntut dengan hukuman mati dan 71 terdakwa yang dijatuhi hukuman mati oleh hakim pada pengadilan tingkat pertama. Sementara itu, dalam periode yang sama di tahun sebelumnya, 48 orang terdakwa dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum dan yang dijatuhi vonis mati oleh hakim pada tingkat pertama sebanyak 36 orang dan pada tingkat banding hanya 22 orang. 

Secara umum laporan ini menunjukkan bahwa perjuangan penghapusan pidana mati masih merupakan perjalanan jangka panjang dengan tantangan yang sangat berat di Indonesia. Dibutuhkan jejaring yang dinamis dan memiliki stamina jangka panjang untuk menyakinkan perlunya perubahan kebijakan terkait dengan pidana mati, terutama untuk menempatkan Indonesia sebagai bagian dari bangsa–bangsa yang beradab di masyarakat Internasional. (G-2)

BACA JUGA: