JAKARTA - Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) gagal disahkan pada masa sidang DPR periode 2014-2019. Masih banyak hal yang diperdebatkan di antara anggota parlemen sehingga kelanjutan pembahasan revisi UU Minerba dialihkan kepada anggota DPR periode 2019-2024.

"Bisa carry over (dilimpahkan) sehingga tidak dari titik nol. Isinya masih bisa kita perdebatkan dan diskusikan kembali," kata anggota Komisi VII DPR Maman Abdurrahman dalam diskusi publik di Hotel Le Meridien, Jakarta, yang dihadiri Gresnews.com, Rabu (2/10).

Politikus Partai Golkar itu menegaskan dirinya adalah salah satu anggota yang meminta revisi UU Minerba tidak disahkan. Sebab, pemerintah belum menyelesaikan daftar inventarisasi masalah (DIM) sementara waktu pembahasan sangat singkat karena akan berganti ke periode DPR yang baru. Jika revisi RUU Minerba dipaksakan maka hasilnya tidak akan berkualitas.

Menurut Maman, tantangan zaman begitu cepat—dengan tagline 4.0 dan sejenisnya—namun hal itu tidak berarti harus memaksakan revisi UU Minerba untuk disahkan. Dalam membuat rumusan undang-undang sektor minerba itu dibutuhkan pengamatan, terutama melihat kondisi hilir saat ini. Memang, contohnya untuk produk nikel, bila dikelola oleh industri dalam negeri dari bahan mentah menjadi barang jadi lalu didistribusikan, pasti akan memiliki nilai tambah. "Namun masalahnya apakah perangkat yang dibutuhkan sudah disiapkan oleh pemerintah?"

Dengan beragam pertimbangan semacam itulah maka DPR periode 2014-2019 memutuskan untuk tidak mengesahkan revisi RUU Minerba. (G-2)

BACA JUGA: