JAKARTA - Gejolak sosial-politik dan keamanan di Papua yang hingga kini masih berlangsung perlu disikapi dan dikelola secara konstruktif oleh pemerintah. Pemerintah harus menghentikan penggunaan cara-cara yang eksesif dan koersif dalam menangani gejolak tersebut serta tetap menjamin penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia.

"Pemerintah dan masyarakat perlu menghindari cara cara kekerasan dalam merespons dinamika permasalahan sosial dan poltik yang terjadi di Papua. Betapa pun kekerasan tidak dibenarkan dengan alasan apa pun," kata peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, kepada Gresnews.com, Senin (30/9).

Imparsial mendesak, penegasan komitmen Presiden Joko Widodo dalam mengedepankan pendekatan damai dan bermartabat guna menyelesaikan konflik Papua harus diwujudkan melalui jalan dialog. Masalah Papua yang demikian kompleksnya, merupakan masalah besar bangsa yang menuntut kepemimpinan politik di tingkat nasional untuk tampil memimpin penyelesaian konflik Papua.

Menurut Hussein, berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), setidaknya ada empat sumber konflik Papua yakni, (a) sejarah integrasi, status dan integritas politik; (b) kekerasan politik dan pelanggaran HAM; (c) kegagalan pembangunan; (d) marjinalisasi orang Papua dan inkonsistensi kebijakan otonomi khusus.

Fakta-fakta historis semestinya menjadi pembelajaran kita bersama bahwa cara-cara eksesif dan koersif melalui pendekatan kekerasan dalam menangani Papua tidak menyelesaikan masalah, dan bahkan memunculkan masalah-masalah baru, seperti pelanggaran hak asasi manusia. 

Pemerintah perlu segera melakukan de-eskalasi kekerasan di Papua untuk menberikan rasa aman bagi masyarakat. Namun demikian, upaya tersebut jangan sampai mengabaikan apalagi menafikan pemicu dan akar masalahnya yakni konflik Papua itu sendiri. Berbagai upaya yang dilakukan selama ini masih simbolis dan belum menyentuh akar permasalahan konflik Papua.

"Karena itu Imparsial menilai, de-eskalasi kondisi keamanan di Papua perlu dibarengi upaya lainnya yang menyentuh penyelesaian akar konflik Papua," ujarnya.

Presiden Joko Widodo melalui Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani meminta semua pihak menahan diri untuk menghindari konflik horizontal yang bisa meluas di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Pernyataan Presiden tersebut menyikapi kerusuhan di wilayah yang berada di Pegunungan Tengah Papua itu.

Dani menyatakan Jokowi selalu mendapat informasi terkini di Papua dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala BIN Budi Gunawan, dan kementerian terkait. Jokowi, kata Dani, sudah memerintahkan jajarannya untuk memberikan perlindungan kepada orang asli Papua maupun masyarakat pendatang yang tinggal di Bumi Cendrawasih.

Tak hanya itu, Jokowi juga meminta Kapolri menindak tegas siapapun yang melakukan kerusuhan, perusakan fasilitas publik, dan kekerasan yang mengakibatkan luka maupun kematian. (G-2)

BACA JUGA: