JEDDAH - Indonesia memandang janji kampanye Israel terkait aneksasi wilayah Tepi Barat Palestina sebagai tindakan yang tidak mengindahkan hukum internasional dan merupakan bentuk nyata pelanggaran terhadap resolusi-resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral selaku Utusan Khusus Menteri Luar Negeri, Febrian A. Ruddyard, pada Sidang Luar Biasa Tingkat Menteri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Jeddah, kemarin.

Merujuk pernyataan tertulis dari Konjen Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, yang diterima oleh Gresnews.com, OKI menggelar sidang luar biasa tingkat Menteri, dua hari sebelum berlangsung pemilu di Israel, untuk merespons pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berkaitan dengan rencana aneksasi Tepi Barat Palestina.

Febrian menegaskan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 2334 Tahun 2016 secara jelas menyatakan perubahan terhadap garis batas tahun 1967 tidak diakui oleh DK PBB.

Indonesia, lanjutnya, mengharapkan OKI dapat menyerukan kepada masyarakat internasional untuk dapat memberikan dukungan kepada Palestina dan tidak mengakui tindakan ilegal Israel, serta meminta tindakan Israel tersebut dapat dibahas dalam DK PBB.

Dia juga menyampaikan rencana aneksasi Israel sangat terkait dengan isu hukum dan kemanusiaan. Proyek pembangunan permukiman di wilayah Palestina merupakan salah satu kendala terhadap progres negosiasi, serta menyebabkan pelanggaran terhadap hak asasi masyarakat Palestina.

“Indonesia meminta OKI dapat mencegah upaya Israel mengubah komposisi demografi di wilayah Palestina dan menjaga komitmen terkait solusi dua negara dengan dasar garis batas tahun 1967, prinsip self-determination bagi masyarakat Palestina, serta Jerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina,” ujarnya.

Pertemuan yang berlasung selama satu hari tersebut dan dihadiri 8 Menteri dari Negara OKI menghasilkan Komunike bersama yang berisikan kecaman kepada Israel dan dukungan kepada rakyat Palestina. (G-1)

BACA JUGA: