JAKARTA - Langkah Pemerintah Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB periode 2020-2022 bakal terhambat karena terjadinya kerusuhan di Papua. Namun, tidak tertutup kemungkinan Indonesia bisa tetap menduduki posisi itu asalkan pemerintah mau menyelesaikan kasus HAM dengan baik.

"Komnas mendukung tapi dengan beberapa syarat, pertama adalah penyelesaian masalah pelanggaran HAM," kata Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara dalam diskusi Populi Center dan Smart FM Network, di Jakarta, Sabtu (31/8).

Ia menjelaskan pelanggaran HAM bisa diselesaikan dengan dua cara, yakni secara yudisial dan non-yudisial. Cara yudisial adalah dengan diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk selanjutnya bisa berakhir di Pengadilan HAM. Sementara penyelesaian secara non-yudisial berupa pembuatan kebijakan setingkat undang-undang. "Kerusuhan Papua adalah momentum untuk mengoreksi diri. Kerusuhan Papua sebaiknya diselesaikan secara bermartabat," ujar dia.

Syarat kedua, kata dia, menciptakan suasana kondusif bagi perlindungan dan penghormatan HAM. Saat ini banyak terjadi pelanggaran HAM di sektor lingkungan dan infrastruktur, seperti pembangunan jalan tol dan tambang yang menggusur warga atau masyarakat adat.

Syarat ketiga adalah berperan aktif di level internasional dalam hal penegakan HAM. Dalam hal ini, Indonesia sudah cukup berperan, yaitu dengan bergabungnya Marzuki Darusman dalam Tim Pencari Fakta PBB untuk Myanmar dalam kasus Rohingya. (G-2)

BACA JUGA: