JAKARTA - Lima provinsi tercatat sebagai daerah terbanyak asal domisili korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO): Jawa Barat (118 orang), Nusa Tenggara Barat/NTB (32 orang), Jawa Tengah (32 orang), Nusa Tenggara Timur/NTT (27 orang), dan Banten (16 orang). Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) selama empat tahun terakhir memberikan perlindungan terhadap total 318 korban tersebut.

“(Data) itu merujuk kepada domisili korban. Namun, ini tidak sepenuhnya menggambarkan peta korban secara nasional karena hanya berdasarkan permohonan yang masuk ke LPSK,” ujar Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu seperti dalam pernyataan tertulis yang diterima oleh Gresnews.com, Senin (5/8).

Data LPSK memperlihatkan sebanyak 215 orang korban berjenis kelamin perempuan dan 53 di antaranya berusia anak. Mereka umumnya bekerja di sektor domestik, bisnis dan hiburan. Sektor domestik sebagian besar menjadi pekerja rumah tangga (PRT) dengan salah satu modusnya melalui ikatan perkawinan (pengantin pesanan), sektor bisnis bekerja di bidang pertanian/perkebunan; anak buah kapal (ABK); dan pelayan restoran. Sedangkan untuk sektor hiburan dominan, korban dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial dan tempat-tempat panti pijat.

Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo menambahkan, wilayah-wilayah yang menjadi tujuan perdagangan orang di dalam negeri, seperti Maluku, DKI Jakarta, Bali, Jawa Timur dan Sumatera Utara. Sementara wilayah tujuan luar negeri, tercatat negara seperti Malaysia, Arab Saudi, Korea Selatan dan Turki, sebagai empat negara teratas tujuan perdagangan orang.  “Fakta menarik, daerah tujuan perdagangan orang ini juga menyasar ke negara konflik, seperti Suriah dan Sudan,” ungkap dia. 

Faktor ekonomi, menurut Antonius, paling dominan menjadi penyebab seseorang menjadi korban TPPO. Faktor itu tidak terlepas dari faktor pendidikan (putus sekolah) yang menempatkan korban dalam lingkaran perdagangan manusia. Para pelaku memanfaatkan faktor-faktor tersebut dengan berbagai cara, seperti menjanjikan penghasilan yang besar, memberikan pinjaman kepada keluarganya (penjeratan utang), menjanjikan pekerjaan yang layak, dan beberapa cara lainnya seperti perkawinan. (G-1)

BACA JUGA: