JAKARTA - Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilu kepala daerah (Pilkada) harus jadi perhatian serius, justru karena bersifat lokal. Ketidaknetralan ASN biasanya diikuti pelanggaran lain, yaitu korupsi dan politik uang.

Direktur Eksekutif Indonesian Democratic Center for Strategic Studies (INDENIS) Girindra Sandino mengatakan, meskipun netralitas ASN sudah diatur dalam UU Pilkada dan Peraturan Pemerintah Nomor 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS), namun hal itu belum memadai. Harus ada langkah konkret yang lebih jitu.

“ASN bisa diarahkan secara massif dan terstruktur oleh oknum eksekutif daerah dengan kepanjangan tangannya, yakni kepala dinas, pimpinan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) atau paling tinggi jabatan Sekda (sekretaris daerah),” kata Girindra, Senin (5/8), kepada Gresnews.com, tertulis.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mesti terdepan mengkampanyekan dan menindak ASN yang tidak netral. “Jangan cuma mengandalkan laporan masyarakat tapi terjun langsung mengawasi,” ujarnya.

Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat terdapat 128 kasus netralitas PNS sepanjang 1 Januari-15 April 2019. Sementara itu, Badan Kepegawaian Negara (BKN) melansir 991 ASN terlibat pelanggaran, 99,5% adalah pegawai pemerintah daerah.

Pada 2020, akan berlangsung Pilkada di 270 daerah yang terdiri dari sembilan pemilu gubernur, 224 pemilu bupati, dan 37 pemilu wali kota. (G-1)

BACA JUGA: