JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh pemerintah, terpidana hukuman mati bisa menjalani masa percobaan penjara 10 tahun. Jika selama 10 tahun terpidana bersangkutan berkelakuan baik, maka pidananya bisa diubah ke penjara seumur hidup atau penjara 20 tahun.

Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Wicipto Setiadi mengatakan pemerintah tidak akan mencabut aturan hukuman mati dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP. Hukuman mati masih tetap dipertahankan tapi penerapannya akan sangat selektif.

"Selektif itu hanya untuk kejahatan yang berat misalnya pembunuhan berencana, perkosaan dengan pembunuhan, dan bandar narkoba yang jual berkilo-kilogram narkoba," ujar Wicipto usai sidang pengujian Undang-Undang Advokat di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (6/5).

Ia melanjutkan dalam draf RUU KUHP, hukuman mati menjadi pidana alternatif. Maksudnya ketika hakim akan memutuskan suatu perkara hakim bisa memilih hukuman seumur hidup, penjara paling lama 20 tahun atau hukuman mati. Sehingga pilihannya tidak hanya tunggal untuk hukuman mati.

Dalam rumusan draf RUU KUHAP oleh pemerintah juga diatur soal masa ´kadaluarsa´ hukuman mati. Wicipto menjelaskan kalau ada terpidana mati yang grasinya ditolak oleh presiden kemudian ekskusi mati terhadapnya belum dijalankan selama 10 tahun maka hukuman mati terpidana bersangkutan bisa ditinjau kembali melalui putusan pengadilan.

Menurutnya, dalam jangka 10 tahun tersebut akan ada penilaian apakah terpidana mati bersangkutan berkelakuan baik atau tidak. Lalu penilaiannya juga bisa melihat reaksi masyarakat. Kalau penilaian masyarakat terhadap terpidana mati tidak terlalu negatif, lalu yang bersangkutan mencoba sadar dan berkelakuan baik, maka penilaian ini akan menjadi dasar dilakukannya peninjauan kembali terhadap hukuman mati bagi terpidana.

Ia menegaskan yang berhak melakukan peninjauan kembali hanyalah pengadilan. Sehingga pihak-pihak di lembaga pemasyarakatan tidak memiliki hak untuk mengubah hukuman bagi terpidana mati. Ia menyatakan penyusunan RUU KUHP ini sudah melalui kajian yang cukup mendalam.

Terkait hal ini, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengatakan MK pernah mengeluarkan putusan soal hukuman mati. Pada putusan nomor 2/PUU-V/2007 dan nomor 3/PUU-V/2007, MK memutuskan pidana mati bukan lagi pidana pokok melainkan sebagai pidana yang bersifat khusus dan alternatif.

"Dia (pemerintah) mengikuti kita, Pak Wicipto itu kan taat konstitusi," ujar Arief saat ditemui wartawan di ruangannya di  Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (6/5).

Ia menambahkan dalam putusan MK sudah diatur soal masa percobaan selama 10 tahun. Sehingga jika terpidana mati selama 10 tahun berkelakuan baik maka hukuman pidananya bisa dikurangi. Misalnya diubah pidananya ke pidana penjara seumur hidup atau selama 20 tahun.

Dalam putusan MK, hukuman mati juga tidak dijatuhkan untuk anak-anak. Lalu untuk perempuan hamil dan seorang yang sakit jiwa hukumannya ditangguhkan hingga melahirkan dan yang sakit jiwa sembuh dari sakitnya. Semuanya menurutnya sudah tergambar jelas dalam putusan MK.

BACA JUGA: