JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mekanisme pemilihan ketua umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dinilai oleh sejumlah pihak tidak masuk ke dalam permasalahan konstitusionalitas tapi lebih pada pelaksanaan undang-undang. Oleh karena itu, permintaan agar Mahkamah Konstitusi (MK) menafsirkan mekanisme pemilihan pimpinan Peradi harus secara langsung dianggap tidak tepat.

Persoalan mekanisme pemilihan pimpinan Peradi ini mengemuka dalam sidang pengujian Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang diajukan oleh tiga advokat anggota Peradi: Ikhwan Fahrojih, Aris Budi Cahyono, dan Muadzim Bisri. Ayat 1 pasal tersebut menyebutkan organisasi advokat sebagai satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri sesuai dengan ketentuan UU dengan tujuan meningkatkan kualitas profesi advokat. Lalu ayat (2) berisi ketentuan susunan organisasi advokat ditetapkan oleh para advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

Dalam agenda sidang pemberian keterangan pemerintah atas pengujian UU Advokat, Direktur Jenderal Peraturan Perundangan-Undangan Kementerian Hukum dan HAM Wicipto Setiadi mengatakan permohonan pemohon yang meminta MK menafsirkan agar pimpinan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi bisa dipilih dengan sistem langsung bukan merupakan isu konstitusionalitas. Permohonan tersebut lebih condong pada isu implementasi norma UU Advokat.

"Lalu soal satu-satunya wadah profesi advokat yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) adalah satu wadah profesi advokat yang menjalankan delapan kewenangan diantaranya memberikan pengayoman, pembinaan dan pendidikan profesi advokat," ujar Wicipto dalam agenda pemberian keterangan atas pengujian dalam UU Advokat di Gedung MK, Jakarta, Selasa (21/4).

Menurutnya, penunjukan Peradi sebagai wadah tunggal organisasi advokat adalah keliru. Sebab UU Advokat tidak menutup kemungkinan adanya wadah profesi advokat lain. Oleh karena itu dalil pemohon yang merasa dirugikan karena tidak mendapatkan hak suara tidak dapat dibenarkan lantaran UU memperbolehkan adanya organisasi advokat lainnya.

Menanggapi hal itu, pengurus DPN Peradi Harlen Sinaga menyatakan soal susunan organisasi dan pemilihan ketua umum Peradi merupakan urusan murni organisasi dan tidak ada kaitannya dengan pengujian dalam tataran UU. Menurutnya, di setiap organisasi profesi manapun persoalan mengangkat dan memberhentikan pengurus bukan persoalan konstitusionalitas.

"Kalau menurut pemohon harus diatur, itu masuk ke dalam pelaksanaan," ujar Harlen kepada wartawan seusai sidang pengujian UU Advokat.

Sebelumnya, menurut para pemohon, Pasal 28 ayat (1) UU Advokat yang menunjuk satu wadah organisasi advokat telah merugikan pemohon karena tidak bisa ikut memilih pimpinan DPN Peradi. Pasalnya satu wadah organisasi tersebut terdiri dari banyak organisasi advokat.

Banyaknya organisasi advokat ini telah menimbulkan adanya sistem perwakilan untuk bisa memilih pimpinan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi. Padahal berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU Advokat dimaknai kedaulatan tertinggi dalam organisasi advokat ada pada para advokat itu sendiri khususnya terkait pemilihan kepengurusan organisasi advokat. Oleh sebab itu seharusnya dalam memilih pimpinan DPN Peradi harus menggunakan mekanisme pemilihan one man, one vote atau satu advokat, satu suara.

BACA JUGA: