JAKARTA, GRESNEWS.COM - Belum lama Pemerintah Indonesia mempertontonkan ketegasan semu dengan tanpa ampun menjalankan eksekusi mati, beberapa kali pemerintahan Presiden Joko Widodo juga mengusung nama besar kedaulatan negeri untuk tetap melegalkan pencabutan nyawa oleh negara. Hari ini, kita seakan tertampar keras dengan fakta bahwa orang nomor satu di Indonesia tidak mengetahui bahwa salah seorang WNI bernama Siti Zaenab dihukum mati pemerintah Arab Saudi.

Pemerintah berdalih baru mengetahui eksekusi yang dilakukan pada 14 April 2014 pukul 10.00 Waktu setempat dari Konsulat Jenderal RI di Jeddah, setelah menerima informasi dari pengacara. Pemerintah menjelaskan bahwa semua upaya telah dilakukan, dari mulai pemerintahan Presiden (Alm) Gus Dur, Presiden SBY sampai dengan Jokowi. Termasuk menawarkan uang diyat.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono mengatakan, terlepas dari seluruh upaya yang telah dilakukan, eksekusi tanpa sepengetahuan negara tidak dapat dimaklumi. "Ini menunjukkan bahwa perwakilan Indonesia di Jeddah tidak secara intens mengawal proses eksekusi Siti Zaenab. Seharusnya tanpa pemberitahuan sekalipun dari pemerintah Arab Saudi, pemerintah Indonesia mestinya melakukan pengecekan keadaan Siti Zaenab, bila perlu dilakukan setiap hari," kata Supriyadi dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Rabu (15/4).

Di sisi lain, kata Supriyadi, ICJR mengecam tindakan Arab Saudi yang diduga tidak memberikan informasi terkait eksekusi Siti Zaenab kepada pemerintah Indonesia. Tindakan dari pemerintah Arab Saudi telah menciderai perasaan masyarakat Indonesia.

"Siti Zaenab dibiarkan sendiri menghadapi ajalnya tanpa pemberintahuan kepada negara asalnya dan tentu saja keluarga. Atas dasar ini pemerintah Arab Saudi harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan secara terbuka memberikan permintaan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia," tegas Supriyadi.

ICJR memandang bahwa kejadian eksekusi Siti Zaenab saat ini merupakan peringatan besar kepada pemerintahan Jokowi. Sikap pemerintah yang tidak mengindahkan kecaman dari dalam dan luar negeri terkait eksekusi mati di Indonesia seakan berbalik.

ICJR menilai bahwa untuk melindungi WNI yang dihukum mati di luar negeri, maka Indonesia harus terlebih dahulu menunjukkan sikap dengan tidak melanjutkan rangkaian eksekusi mati di negeri sendiri. Sebab pemerintah Indonesia harus sadar bahwa sampai saat ini ada 299 WNI yang terancam dihukum mati di luar negeri.

"Atas dasar melindungi segenap bangsa Indonesia, maka semua langkah harus diambil," pungkasnya.

Sebelumnya, pemerintah juga telah melayangkan protes keras atas eksekusi yang dilakukan terhadap Zaenab yang dilakukan tanpa adanya pemberitahuan resmi. Siti Zaenab Bt. Duhri Rupa (47 tahun), telah dieksekusi mati (qisas) di Madinah, Arab Saudi, pada Selasa (14/4) pukul 10.00 waktu setempat.

"Pemerintah Indonesia menyampaikan duka cita yang mendalam kepada sanak keluarga dan mengharapkan almarhumah mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Allah SWT," demikian siaran pers Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Selasa (14/4).

Pemerintah Indonesia, tegas Kementerian Luar Negeri, menyampaikan protes kepada pemerintah Arab Saudi karena tidak menyampaikan notifikasi kepada perwakilan RI maupun kepada keluarga mengenai waktu pelaksanaan hukuman mati tersebut. Disebutkan dalam siaran pers itu bahwa informasi mengenai pelaksanaan qisas itu pun diterima Pemerintah RI melalui pengacara Siti Zaenab, Khudran Al Zahrani.

Siti Zaenab Bt. Duhri Rupa, lahir di Bangkalan, Madura, Jatim, pada 12 Maret 1968. Ia merupakan buruh migran Indonesia (BMI) di Arab Saudi yang dipidana atas kasus pembunuhan terhadap istri majikannya bernama Nourah Bt. Abdullah Duhem Al Maruba pada tahun 1999. Siti Zaenab kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999.

Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati qisas kepada Siti Zaenab. Dengan jatuhnya keputusan qisas tersebut maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban. Namun pelaksanaan hukuman mati tersebut  ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil balig.

Pada tahun 2013, setelah dinyatakan akil balig, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi telah menyampaikan kepada pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan pemaafan kepada Siti Zaenab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada tahun 2013.

Kementerian Luar Negeri RI menegaskan perlindungan terhadap WNI di luar negeri, termasuk WNI yang menghadapi masalah hukum, merupakan prioritas Pemerintah Indonesia. Terkait masalah yang dihadapi Siti Zaenab, Kementerian Luar Negeri menjelaskan, sejak awal, pemerintah telah berjuang untuk mendampingiya dan memohonkan pengampunan dari keluarga.

"Pemerintah Indonesia telah melakukan semua upaya secara maksimal untuk membebaskan Siti Zaenab dari hukuman mati," demikian siaran pers Kemenlu.

BACA JUGA: