JAKARTA, GRESNEWS.COM - Meski terus dihujani kritik atas pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi para koruptor. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly bergeming dan memastikan tidak akan menutup kesempatan bagi para narapidana korupsi mendapatkan pengurangan masa tahanan.

Menteri Hukum dan HAM  mengatakan tetap pada prinsipnya bahwa narapidana itu harus dilakukan pembinaan. Untuk itu, penghentian remisi tidak boleh dilakukan kepada para tahanan karena hal tersebut justru tidak akan mengubah perilaku.

"Bahwa untuk koruptor, teroris, bandar narkoba beda. Pengetatannya ada, tapi tidak boleh kita tutup celah hak mereka untuk itu," tandasnya.

Meskipun begitu, Yasonna mengakui bahwa dalam pemberian remisi terutama untuk kasus pelanggaran berat seperti korupsi pihaknya harus lebih bersikap hati-hati. Walaupun, secara filosofi sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012 para koruptor memang berhak mendapatkan hal tersebut.

Yasonna juga menjamin tidak akan ada kongkalikong antara pihaknya dengan koruptor yang diberi remisi. "Kalau ada yang main-main dengan remisi melalui uang dan lain-lain, maka dia akan berhadapan dengan saya," tegasnya.

Menurut Yasonna, ia juga akan mengajak beberapa instansi terkait mulai dari lembaga negara serta swadaya masyarakat seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) serta Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk membicarakan hal ini.

"Setelah tahun baru saya akan mengajak teman-teman KPK, Komnas Ham, kemudian ICW untuk berdiskusi supaya enggak jadi bahan kritik, mereka di dalam punya hak itu. Jadi perlu ada persamaan persepsi kami soal itu," ujarnya.

Setelah itu, ia juga membuka peluang untuk mengajukan Peraturan Pemerintah (PP) yang baru untuk mengevaluasi peraturan sebelumnya agar polemik mengenai remisi bagi para koruptor ini tidak akan berlanjut. "Saya kira kita akan evaluasi dari hasil diskusi itu," cetus Yasonna.

Sebelumnya, ICW merilis data mengenai 49 napi korupsi yang mendapatkan remisi Natal. Dari 49 napi tersebut, pemberian remisi terhadap 18 napi mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) No 8 tahun 2006.Sementara itu, 31 napi diberikan remisi yang mengacu pada PP 99 tahun 2012. ICW menilai, dengan langkah tersebut pemerintah dianggap tidak konsisten dalam memerangi korupsi.

"Pemberian remisi kepada koruptor sangat disesalkan karena menunjukkan pemerintah inkonsisten dan bahkan dapat dianggap tidak punya komitmen untuk memberantas korupsi dan menjerakan koruptor," ujar Peneliti Hukum ICW, Lalola Easter.

BACA JUGA: