JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung mulai mengusut kasus pembangunan reklamasi kawasan Teluk Lampung yang diduga melanggar sejumlah aturan. Korps Adyaksa ini mulai memanggil sejumlah orang yang diduga terkait perkara ini untuk dimintai keterangan.

Selain menggali keterangan dari Walikota Bandar Lampung Herman HN. Tim jaksa juga telah terjun ke lapangan mendalami kasusnya. Selangkah lagi Kasus ini akan ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Direktur Penyidikan Fadil Zumhana membenarkan tengah menurunkan tim penyidik ke Lampung untuk menyelidiki kasus ini. Hingga saat ini tim masih ada di Lampung.

"Belum ada laporan, ini masih penyelidikan tidak bisa disampaikan," kata Fadil dikonfirmasi soal penanganan kasus ini di Kejaksaan Agung, Selasa (18/10) malam.

Pada hari yang sama, Walikota Bandar Lampung kembali dimintai keterangan oleh penyidik. Herman berada di Gedung Bundar hampir lima jam. Ia dicecar terkait pengeluaran izin pembangunan Teluk Lampung. Meski telah beberapa kali dimintai keterangan, sejauh ini status yang bersangkutan masih dimintai keterangan.

"Yang bersangkutan baru dimintai keterangan, masih penyelidikan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), M Rum di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (18/10).

Rum menjelaskan perkara ini masih dalam tahap penyelidikan. Tim penyelidik masih terus menelusuri adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian perizinan tersebut.

Pemanggilan Herman ini kali kedua. Pertama pada Juli 2016 Herman dimintai keterangan selama 8 jam di Kejaksaan Tinggi Lampung.  Saat itu kepada media, Herman HN mengakui dicecar tentang perizinan reklamasi pantai yang berada di Teluk Lampung, tepatnya di Gunung Kunyit. Kepada penyelidik ia mengaku telah menjelaskan prosedur perizinan pembangunan Teluk Lampung tersebut.

"Soal perizinan saja," kata Herman.

Selain Herman, Kejagung juga telah meminta keterangan pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Bandarlampung diantaranya, Asisten I Bidang Pemerintahan Dedi Amruloh, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Ibrahim. Selain itu pemeriksaan juga dilakukan terhadap  Kepala Badan Pengelola dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) Rejab, Kepala Bagian Hukum dan Perundang-undangan Wan Abdurahman, Kepala Bagian Pemerintahan Sariwansyah, dan Kepala Dinas Tata Kota (Distako) Efendi Yunus.

Dalam kasus ini kejaksaan mencium dugaan adanya pelanggaran dalam perizinan yang dilakukan Herman.  Proses izin dilakukan Pemkot Bandar Lampung tapi menggunakan kop surat Pemerintah Provinsi. Izinnya sendiri ditandatangani oleh Walikota Bandar Lampung Herman HN.

Beberapa dokumen yang mencurigakan itu diantaranya, Keputusan Walikota Bandar Lampung No. 790/I.01/HK/2015 tertanggal 14 Juli perihal izin reklamasi di Bumi Waras, kepada PT. Teluk Wisata Lampung. Lalu di bulan Agustus ada Keputusan Walikota Bandar Lampung No. 799/III.24/HK/2015 tertanggal 5 Agustus perihal perpanjangan izin reklamasi di Gunung Kunyit, kepada PT. Teluk Wisata Lampung.‎

Tak sampai disitu, bulan September juga ada Keputusan Walikota Bandar Lampung no. 887/I.01/HK/2015 tertanggal 7 September 2015 perihal izin lokasi reklamasi di Way Lunik kepada PT Bangun Lampung Semesta dan Keputusan Walikota Bandar Lampung no. 842/III.24/HK/2015 tanggal 9 September 2015 perihal izin reklamasi di Pantai Jl. Yos Sudarso kepada PT. Bangun Lampung Semesta.

Kemudian di bulan Febuari 2016 ada Keputusan Walikota Bandar Lampung no.308/I.01/HK/2016 tanggal 29 Februari 2016 perihal izin reklamasi di kawasan pelabuhan, pergudangan dan jasa di Way Lunik kepada perseorangan Drs. Ronny Lihawa, M.Si.

PENOLAKAN REKLAMASI - Rencana reklamasi Teluk Lampung ini ditentang sejumlah pihak. Diantaranya Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung. Walhi Lampung menyatakan menolak dengan keras reklamasi pantai di Teluk Lampung karena dinilai berdampak luas. Salah satunya akan merusak ekosistem di pesisir.

Direktur Eksekutif Walhi Lampung Hendrawan mengatakan, hingga saat ini belum ada regulasi yang jelas soal reklamasi, baik peraturan daerah (perda) maupun peraturan pemerintah provinsi.

Selain itu Kata Hendrawan, kebijakan reklamasi harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 junto Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 atas perubahan Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pasal 34  mengamanatkan bahwa reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan untuk meningkatkan manfaat dan nilai tambah dari aspek teknis, lingkungan dan sosial ekonomi.

Sedangkan pemkot dan provinsi, belum memiliki perda yang mengatur masalah ini, serta dalam pelaksanaan reklamasi harus mempertimbangkan masalah dampak lingkungannya, apakah baik untuk masyarakat sekitar atau tidak.

Menurutnya, jangan sampai reklamasi menggusur lingkungan warga dan merugikan nelayan yang ada di wilayah pesisir pantai Teluk Lampung. Sebab sebagian warga di Bandarlampung 20 persennya adalah nelayan. "Jangan sampai reklamasi ini merugikan mereka," ujarnya.

BACA JUGA: