JAKARTA, GRESNEWS.COM - Indonesia Corruption Watch (ICW) didampingi pengacara David Tobing mendatangi SMPN 67 Jakarta Selatan, bersama juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (12/12). Mereka datang untuk melakukan eksekusi paksa putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) atas Laporan Keuangan dan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) tahun 2007-2009 beserta kuitansinya di SMPN 67. "Penyitaan dilakukan setelah pihak sekolah mengabaikan putusan KIP dan dua kali himbauan PN Jaksel agar meyerahkan dokumen laporan keuangan kepada ICW secara sukarela," kata Staf Monitoring Pelayanan Publik ICW Siti Juliantari Rachman melalui surat elektronik kepada Gresnews.com.

Permintaan informasi menurut Siti bermula ketika masyarakat melaporkan bahwa TKBM (Tempat Kegiatan Belajar Mandiri) tidak pernah mendapatkan dana BOS maupun BOP dari sekolah induknya. Padahal anggaran BOS dan BOP untuk TKBM dititipkan kepada sekolah induk. Menurut Jumono warga yang melaporkan hal tersebut ketika dihubungi secara terpisah, laporan itu disampaikan ke ICW dalam rangka mendorong transparansi sekaligus mencegah korupsi dana BOS dan BOP.

Atas laporan itu, kemudian ICW bersama Juwono mengajukan permintaan informasi terkait pengelolaan dana BOS dan BOP di 5 sekolah, yaitu Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 190 Jakarta Barat, SMPN 95 Jakarta Utara (Jakut), SMPN 84 Jakut, SMPN 67 Jakarta Selatan, dan SMPN 28 Jakarta Pusat. "Setelah mengikuti prosedur permintaan informasi seperti mengirimkan surat permintaan dan mengajukan keberatan karena tidak ada respon kemudian sengketa ini masuk ke KIP. Akhirnya Komisi Informasi Pusat memenangkan ICW dan masyarakat," ujarnya kepada Gresnews.com.

Siti mengatakan berdasarkan keputusan KIP No. 006/VII/KIP-PS-A/2010, Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan 5 kepala sekolah SMPN berkewajiban untuk memberikan salinan dokumen keuangan sekolah termasuk kuitansi dan SPJ terkait pengelolaan dana BOS dan BOP  tahun 2007, 2008, dan 2009 di sekolah tersebut. Namun, hingga saat ini kelima sekolah, termasuk Dinas Pendidikan tidak memberikan dokumen yang diminta dengan sukarela. "ICW kemudian mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan," ujarnya.

Upaya eksekusi paksa ini menurut Siti diharapkan bisa menjadi pembelajaran sekaligus mendorong semua sekolah untuk memperbaiki tata kelola anggaran seperti mendorong partisipasi masyarakat, transparan, dan akuntabel. Korupsi di sekolah menurut Siti dimulai dari pengelolaan anggaran yang serba tertutup dan hanya dimonopoli oleh kepala sekolah dan bendahara.

Pada pukul 10 pagi hari ini setelah juru sita PN Jaksel Ismed Irlandi Siregar bersama 2 orang saksi dan dikawal oleh 2 orang perwakilan kepolisian Setiabudi memasuki ruangan Tata Usaha untuk menyerahkan dokumen yang diminta. Menurut Siti Setelah menunggu selama 1 jam, pihak sekolah akhirnya memberikan dokumen tersebut kepada PN Jaksel. Namun menurut Siti dokumen tersebut harus dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) baru kemudian diserahkan kepada ICW. Apabila dokumen tersebut sudah diterima oleh ICW, maka akan di analisa apakah berkas tersebut sesuai dengan permintaan. "Jika dokumen yang diberikan tidak sesuai dengan permintaan ICW maka akan dilakukan permintaan eksekusi ulang," katanya.

BACA JUGA: