JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyidik Polda Metro Jaya diminta tak main-main menangani kasus dugaan penggelapan yang melibatkan investasi asing PT Bina Insan Sukses Mandiri (BISM). Sebab telah dua tahun kasus tersebut mangkrak hingga saat ini tak kunjung ada kejelasan. Polisi diminta untuk lebih teliti menangani kasus perusahaan yang melibatkan ratusan karyawan. Sebab sejak Polda Metro melakukan pemblokiran nomor identitas kepabeanan (NIK) BISM, perusahaan itu terancam tidak beroperasi.

Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar mengingatkan penyidik agar cermat menangani kasus penggelapan pejabat perusahaan batu bara itu. Sehingga tidak keliru dalam menerapkan hukum. Apalagi dampak sosialnya sangat besar karena akan berujung pemutusan hubungan kerja kepada karyawannya.

Karenanya, kecermatan dan ketelitian penyidik mutlak diperlukan agar memberikan rasa keadilan. Apalagi dugaan penggelapan biasanya disangkaan kepada perorangan, sedangkan pemblokiran berkaitan dengan kelengkapan administrasi perusahaan yang beroperasi di Kalimantan Timur itu.

"Perlu dikaji lebih dalam, apakah upaya paksa seperti pemblokiran nomor identitas kepabeanan (NIK) BISM perlu dilakukan,” kata Bambang di Jakarta, Minggu (23/11).  
 
Meski harus hati-hati, kata Bambang, polisi juga perlu mempercepat proses hukum agar ada kepastian hukum. Apalagi kasus ini terkait dengan investasi asing di Indonesia.

Desakan agar polisi mengeluarkan surat penghentian penyidikan (SP3) mengingat kasus PT BISM ini sudah sejak bulan Mei tahun 2012, menurut  Bambang hal itu tergantung alat bukti.

“Apakah sudah cukup bukti atau tidak. Kalau dalam tahap penyidikan ternyata tidak ada atau tidak cukup bukti maka harus diterbitkan SP3, dan itu diatur dalam KUHAP,” ujarnya.

Seperti diketahui Polda Metrojaya menangani kasus dugaan penggelapan yang diduga dilakukan Dirut PT Bina Insan Sukses Mandiri (BISM) Subhash Chand Sethi, sejak 24 Mei 2012. Namun hingga saat ini tidak jelas kelanjutan penanganan kasusnya.  Kendati bukti belum cukup, Ditreskrimum Polda melalui Unit V Subdit Harda malah mengirim surat ke Ditjen Bea Cukai untuk memblokir NIK PT BISM, termasuk melarang penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) barang.   

Akibatnya PT BISM berhenti ekspor dan berhenti produksi. Sekitar 500 karyawan PT BISM menganggur. Pihak PT BISM akan melapor ke Menkopolhukam dan Kapolri  karena ribuan keluarga karyawaan PT BISM terancam melarat. Polda dituding tidak mendukung upaya Presiden Joko Widodo memudahkan dan mendatangkan investor ke Indonesia.

Sebelumnya  Kuasa Hukum PT BISM Juniver Girsang mengatakan, kliennya beritikad baik dalam berinvestasi di Indonesia, namun Polda Metro Jaya tidak bisa memberikan kepastian hukum dan kenyamanan berinvestasi. Tindakan Polda Metro meminta Dirjen Bea Cukai memblokir NIK PT BISM salahi prosedur hukum yang ada.

Kecuali pemblokiran dilakukan dengan alasan izin-izin ekspor tidak lengkap. Padahal persoalan administrasi dinyatakan lengkap. "Faktanya semua ada dan diperkuat dengan surat dari BKPM dan ESDM bahwa tidak ada masalah dengan perizinan PT BISM," ujar Juniver di Jakarta, Minggu (23/11).

Juniver tidak ingin kliennya dijadikan sapi perah aparat. Dugaan mengulur waktu yang dilakukan Polda tanpa alat bukti akan menjadi preseden buruk dalam hukum dan dunia investasi di tanah air. "Kami telah melapor ke BKPM agar investor asing betul-betul ditangani dan jangan dijadikan sapi perah," pungkasnya.

Seperti diketahui, kasus ini bermula ketika dua kliennya dilaporkan oleh Anton Rianto, salah satu pemegang saham yang juga direktur PT BISM, ke Polda Metro Jaya tahun 2012 lampau. Anton menuding Subhas dan Harshvardhan melakukan penggelapan. Namun hingga kini penanganan kasusnya oleh Polda Metro Jaya tak jelas penyelesaiannya.

Hanya saja Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto tetap belum bisa dikonfirmasi terkait kasus BISM yang ditangani Polda. Metro Jaya.

BACA JUGA: