JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mimpi Indonesia mewujudkan mobil listrik oleh tangan-tangan anak bangsa, kandas bersama diusutnya kasus proyek mobil listrik oleh Kejaksaan Agung. Alhasil proyek mobil prototype yang digadang menjadi kebanggaan bangsa itu harus berakhir dalam perkara hukum.

Penyidik kejaksaan terus mengusut keterlibatan sejumlah pihak dalam proyek pengadaan 16 unit mobil lisrik untuk kendaraan operasional Konferensi Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) atau Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik di Bali pada Tahun 2013. Proyek yang diprakarsai mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan, juga menyeret nama sang kreator Dasep Ahmadi. Bahkan Direktur Utama PT Sarimas, Ahmadi Pratama, itu harus mendekam di bui.

Awalnya ada optimisme terwujudnya proyek tersebut, menyusul terbentuknya satu karya mobil listrik yang dinilai berhasil bernama Evina yang berarti Electric Vehicle Indonesia. Tahun 2013, saat itu bersama PT PLN dan Kementerian BUMN si Evina ini direncanakan akan diproduksi massal sebanyak 2000 unit.

Jika rencana ini terealisasi tentu mimpi sebagai pencipta mobil listrik terwujud. Karya Dasep akan menjadi kebanggaan. Namun nyatanya hingga kini itu hanya mimpi belaka. Dasep bersama dengan mantan pejabat Kementerian BUMN bernama Agus Suherman telah ditetapkan tersangka oleh penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung. Keduanya diduga telah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan 16 mobil listrik dengan nilai proyek Rp32 miliar.

Kasus ini masih akan terus dikembangkan oleh Kejaksaan Agung. Tidak hanya Agus Suherman dan Dasep akan dimintai pertanggung jawaban, tapi sejumlah pihak diduga bertanggung jawab karena ikut menikmati uang hasil korupsi proyek ini.

"Kami masih lakukan pengembangan. Kami akan gelar perkara hasil dari proses penyidikan untuk mencari tahu bila nantinya ada temuan dari fakta-fakta baru," ujar Kepala Subdit Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Sarjono Turin kepada gresnews.com, Sabtu (1/8).

Turin menegaskan timnya bekerja secara profesional dan proporsional tanpa ada unsur niatan politisasi di balik pengusutan perkara yang mereka tangani. Penetapan tersangka baru bisa dilakukan jika ada temuan fakta dan bukti permulaan.

Dalam perkembangan penyidikan mobil listrik kali ini, penyidik telah memeriksa banyak pihak. Mulai dari sejumlah direksi BUMN hingga Dahlan Iskan yang memerintahkan pengembangan proyek ini dan mencarikan pendanaannya. Terakhir penyidik meminta pimpinan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) Toyota Indonesia untuk memberikan keterangan.

Turin mengatakan penyidik membutuhkan keterangan dari pihak ATPM Toyota terkait kronologis pengajuan permohonan izin laik jalan atas unit mobil jenis electric microbus dan electric executive car yang dibuat Dasep.

Keterangan saksi diperlukan untuk mendalami proses pengajuan permohonan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan sebelum mobil dimanfaatkan sebagai  kendaraan operasional Konferensi Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) atau Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik di Bali pada Tahun 2013.

MERASA TAK BERSALAH -  Namun Dasep Ahmadi, insinyur mobil listrik, itu menyatakan apa yang dilakukannya benar dan telah sesuai aturan. Dasep menyatakan akan membuktikan jika yang dilakukannya tak ada unsur korupsinya.

"Tentu saja saya merasa tidak bersalah. Bagaimanapun proses hukum ini akan saya hadapi untuk membuktikannya," ujar Dasep sebelum masuk ke mobil tahanan yang bakal mengantar dia ke Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

Dasep mengatakan, sebagai seorang insinyur yang diberikan tugas oleh negara membuat prototype mobil listrik telah menjalankan dengan sebaik-baiknya. Buktinya, kata Dasep, mobil listrik itu digunakan pada pelaksanaan APEC 2013 di Bali.

Dasep bahkan menyangkal ciptaannya abal-abal. Spesifikasi mobil listrik ciptaannya itu sudah sesuai. Hingga dua tahun ini, tidak ada komplain soal spek mobil listriknya itu. "Kita pakai tiga pabrikan, Eropa, Jepang dan Amerika," kata Dasep di Kejaksaan Agung, Selasa (28/7).

Diketahui, biaya pengadaan satu mobil listrik dari 16 mobil seharga Rp2 miliar. Harga ini di atas rata-rata harga jenis Alphard terbaru yang harganya Rp1,6 miliar.

Dasep mengakui 16 mobil listrik yang akan dibuatnya itu harganya mahal. Alasannya mobil itu merupakan prototype. "Mobilnya mahal karena speknya diambil yang terbaik," tandas Dasep.

DITAHAN - Dasep boleh saja berdalih atas semua dugaan jaksa. Namun penyidik punya fakta perbuatan yang diduga bertentangan dengan hukum. Dasep merupakan rekanan dari pihak swasta yang ditunjuk Dahlan Iskan untuk menggarap proyek mobil listrik. Pengadaan itu sedianya ditujukan untuk ajang pamer di ajang APEC 2013. Namun mobil yang dibiayai oleh tiga perusahaan BUMN (Pertamina, PGN dan BRI) itu mangkrak di tengah jalan.

Dari total Rp 32 miliar dana yang dikucurkan, Dasep sudah mengantongi sekitar 92 persen pembayaran. Kegagalan proyek itu dinilai sebagai kerugian negara sehingga dijadikan dasar oleh tim penyidik pidana khusus untuk menetapkan Dasep sebagai tersangka.

Banyak temuan penyidik yang menunjukan pengadaan proyek ini melanggar ketentuan. Diantaranya, 16 unit mobil listrik yang diprakarsai Dahlan Iskan tidak mendapat izin jalan dari Kemenhub lantaran tidak lolos sejumlah persyaratan. Selain tidak layak jalan, pengadaan mobil-mobil listrik itu dianggap telah melanggar hak merek dagang dari ATPM.

ATPM suatu merek dagang adalah perusahaan yang ditunjuk untuk memasarkan suatu produk atau merek tertentu di Indonesia oleh produsen yang umumnya berada di luar negeri. Dalam hal ini, mobil listrik yang dibuat Dasep telah memanipulasi merek Toyota dengan jenis mobil Alphard yang dimodifikasi.

"Mobil itu melanggar hak ATPM. Alphard dipoles dan dirombak pada bagian body. Lalu pada bagian logo Toyota diganti menjadi AHMADI. Kemenhub jelas tak beri izin," ujar Kepala Subdit Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Sarjono Turin.

Sehingga pada Selasa (28/7), penyidik melakukan penahanan terhadap Dasep.Penahan dilakukan untuk menghindarkan tersangka dari perbuatan menghilangkan alat bukti atau melarikan diri. Dia mengatakan timnya saat ini sudah mengantongi alat bukti dan keterangan saksi yang menguatkan posisinya sebagai tersangka kasus mobil listrik.

"Kami telah sampai pada kesimpulan telah cukup kuat alat bukti untuk melakukan penahanan. Saat ini kami berfokus untuk mempercepat pemberkasan," ujar Turin ditemui di Gedung Bundar.

Selain Dasep, pihak kejaksaan juga telah menetapkan anak buah Dahlan Iskan di Kementerian BUMN, Agus Suherman. Saat kasus bergulir, Agus berperan sebagai pejabat pembuat komitmen dan menjabat kepala Bidang Program Kemitraan & Bina Lingkungan Tanggung Jawab Kementerian BUMN. Namun Turin mengatakan penahanan untuk tersangka Agus masih dalam pengkajian penyidik.

BUKAN UNTUK RISET TAPI PROYEK - Pengusutan kasus mobil listrik oleh Kejaksaan Agung sempat memunculkan polemik. Kuasa hukum Dahlan Iskan menyebut kasus tersebut bukan pidana tapi perdata. Menurutnya 16 mobil listrik itu merupakan riset untuk pengembangan mobil listrik. Sehingga tak elok sebuah riset dipidanakan.

Namun Jaksa Agung HM Prasetyo tegas menampiknya bahwa pengadaan mobil lisrik tersebut sebagai riset. "Ini bukan riset melainkan pengadaan barang dan jasa. Kalau riset itu 1 sampai 2 biji saja," tegas Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (3/7), menjawab pertanyaan wartawan.

Orang nomor satu di Korps Adhyaksa ini memastikan, bahwa ke-16 mobil listrik di tiga BUMN di atas itu merupakan pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan APEC tahun 2013 di Bali.

Jaksa agung asal Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini memastikan, pihaknya mendorong riset atau penelitian terus berkembang di Indonesia, Namun kasus 16 mobil listrik bukan untuk riset.

"Kita ingin semuanya maju. Riset adalah sesuatu yang harus dikembangkan, tetapi kalau harus berkedok pada riset, itu yang harus kita telusuri dan itu yang jadi masalah," tegasnya.

Selain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan APEC, pengadaan 16 mobil listrik di tiga BUMN juga bukan murni hasil buatan anak bangsa, karena salah satu mobil listrik itu menggunakan body Toyota Alphard tahun 2005.

"(Makanya) ketika dimintakan uji sertifikasi kelayakan ke Kemenhub pun ditolak, bagaimana pun itu bukan riset. Kalau dikatakan riset, itu urusan dia, tapi kita katakan bukan riset," tegas Prasetyo.

BACA JUGA: