JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengusutan kasus dugaan korupsi penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral masih jalan di tempat.

Hal itu ditandai dengan masih bolak-baliknya berkas perkara antara penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. Jaksa peneliti kembali mengembalikan berkas perkara tiga tersangka untuk ketiga kali ke penyidik Bareskrim untuk dilengkapi.

Padahal pada Selasa 29 Maret 2016 lalu, Bareskrim telah menyerahkan berkas ketiga tersangka. Diantaranya berkas mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, berkas mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono serta berkas mantan pemilik PT TPPI Honggo Wendratmo. Penyerahan berkas itu setelah penyidik melengkapi perhitungan soal kerugian negara hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai petunjuk jaksa sebelumnya.

Namun setelah dilakukan gelar perkara oleh jaksa peneliti dinilai masih terdapat sejumlah kekurangan. "Ada hal yang masih belum dipenuhi. Sebelum kita beri petunjuk, Saya minta jaksa peneliti untuk menghubungi tim penyidik untuk kita konsultasikan," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Kejaksaan Agung, Kamis (7/4).

Arminsyah tidak menjelaskan catatan kekurangan dalam berkas tersebut. Dia menyebut yang menjadi catatan bukan hanya soal kerugian negara tapi petunjuk lain sehingga secara materil dan formil terpenuhi.

"Saya tidak bisa sampaikan poinnya, secara materil ada beberapa yang mesti dipenuhi," jelas Arminsyah.

Sementara Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Kombes Pol. Agung Setya mengatakan semua petunjuk yang diberikan jaksa telah dipenuhi semua. Termasuk soal perhitungan kerugian negara dari BPK. "Diharapkan berkas perkara tersangka TPPI ini segera dinyatakan lengkap," kata Agung.

Seperti diketahui Bareskrim telah menahan para tersangka itu sejak Kamis (11/2). Dalam kasus ini dinyatakan kerugian negara sangat besar. Hasil perhitungan kerugian negara (PKN) berdasar audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencapai Rp 34 triliun.

Penyidik juga mengaku tak akan berhenti pada tiga tersangka ini. Akan ditelusuri lebih jauh kemana aliran dana hasil penjualan kondensat tersebut mengalir. "Setelah ini nanti, kita akan lihat kemungkinan berkembang dan tambah tersangkanya. Karena kalau kita melihat dari hasil PKN sangat menakjubkan bagi kita semua," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigjen Bambang Waskito.

SERET BANYAK PIHAK - Kasus penjualan kondensat bagian negara ini sempat menyerempet nama sejumlah pihak. Sejumlah nama pejabat tinggi juga sempat disebut-sebut, mulai nama Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu hingga mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Bahkan Sri Mulyani dalam kasus ini telah diperiksa Bareskrim.

Tak heran jika kuasa hukum Raden Priyono, Supriyadi, merasa tak terima hanya kliennya yang dipersalahkan dalam kasus penjualan kondensat ini. Padahal menurut dia kebijakan itu berasal dari Wakil Presiden, Menteri Keuangan dan Menteri ESDM dan kliennya hanya melaksanakan perintah. Untuk itu Supriyadi mendesak atasan kliennya juga diproses hukum.

Bambang Waskito membenarkan penunjukan TPPI untuk mengolah kondensat merupakan kebijakan Wakil Presiden saat itu Jusuf Kalla (JK). Tak ada yang salah, namun dalam pelaksanaannya disalahgunakan oleh Honggo. Saat itu Honggo tidak mengolah menjadi premium, solar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun diekspor ke luar negeri.

"Tapi TPPI yang diserahin mengolah ini tidak diubah jadi mogas tapi jadi aromatik, aromatik bahan dasar biji plastik. Kebijakan pak JK bagus tidak ada masalah," kata Bambang.

Dari dokumen risalah rapat yang diperoleh gresnews.com, JK memang berinisiatif untuk penunjukan TPPI.  Rapat yang berlangsung di Istana Wakil Presiden, Rabu 21 Mei 2008 pukul16.00 itu dipimpin sendiri oleh Wapres Jusuf Kalla. Hadir diantaranya  Menkeu, Menteri ESDM dan Menteri BUMN serta Menko Perekonomian.

Wapres Jusuf Kalla saat itu berinisiatif mengadakan rapat ini dengan tujuan membahas pemanfaatan kapasitas produksi dan optimalisasi peran PT TPPI dalam penyediaan suplai bahan bakar minyak (BBM) jenis premium RON 88 untuk kawasan Jawa Timur. Dalam awal rapat disebutkan kondisi TPPI saat ini dalam kondisi berhenti berproduksi karena harga outputnya (produk jadi) lebih murah dari harga inputnya (bahan baku).

Karena itu JK meminta agar PT TPPI sebagai perusahaan yang mayoritas sahamnya dikuasai pemerintah (kurang lebih 60%) perlu dioptimalkan perannya dalam penyediaan BBM, khususnya di Jawa Timur. Oleh karena itu kapasitas yang ada ini harus dapat dioperasikan.

Dari dokumen risalah rapat bernomor B.1172/Seswpres/05/2008 tertanggal 15 Mei 2008 itu juga diketahui, bahwa inisiatif untuk mengoperasikan kembali TPPI datang dari pihak komisaris TPPI sendiri. Dalam rapat terungkap pihak Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah menerima surat dari PT TPPI untuk berpartisipasi dalam pengolahan hasil minyak bumi dan pemanfaatan kapasitas produksi yang ada.

Di situ juga terungkap TPPI pernah mengajukan proposal untuk menjadi badan usaha penerima tugas penyediaan dan pendistribusian BBM tertentu. Namun TPPI juga mengakui kondisi keuangan mereka tidak baik.

Hanya saja TPPI meyakinkan ada beberapa keuntungan yang diperoleh pemerintah jika merevitalisasi TPPI. Diantaranya disebutkan berkontribusi melaksanakan penyediaan dan distribusi BBM di Jawa Timur. Dapat mengurangi impor dan dapat menyediakan tenaga kerja bagi 3.000 orang. Atas berbagai masukan itu, JK kemudian memberikan beberapa arahan.

Diantaranya, JK setuju TPPI dioptimalkan kembali. Pertamina diminta menyediakan kebutuhan kondensat bagi TPPI dengan harga yang menguntungkan Pertamina maupun PT TPPI. Ketiga, Pertamina membeli output mogas TPPI tetapi harga beli Pertamina tidak boleh lebih mahal dari harga impor yang selama ini dibayar Pertamina. Yakni landed price di Surabaya: MOPS plus 1,5% sampai dengan 2%.

Arahan Jusuf Kalla yang terakhir meminta BPH Migas, Pertamina, dan PT TPPI menyelesaikan pembahasan mengenai skema bisnis yang saling menguntungkan bagi PT TPPI dan Pertamina. Termasuk harga jual kondensat Pertamina kepada PT TPPI dan harga jual output PT TPPI kepada Pertamina, serta skema penyelesaian utang-utang PT TPPI.

BACA JUGA: