JAKARTA, GRESNEWS.COM - Setelah sebelumnya melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap delapan orang anggota Serikat Pekerja Buana Group (SPTBG), Anthony Sujapri, salah seorang pemilik Tangerang City Group, Sentra Grosir Cikarang (SGC) dan Pusat Grosir Cililitan (PGC) kembali melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap 28 karyawan. Kali ini yang di-PHK adalah karyawan yang bekerja di anak perusahaan yang bernama PT Buana Trianggun Textile.

Para karyawan itu dipecat karena dianggap mangkir setelah melakukan 7 hari mogok kerja. "Demo ini juga ilegal lantaran surat pemberitahuannya palsu," kata kuasa hukum perusahaan milik Anthony, Heroe Tjondronegoro kepada Gresnews.com, Minggu (1/3).

Aksi ini bermula dari penuntutan uang kesehatan tahunan yang turun dari Rp200-300 ribu per orang. Para buruh pun melakukan aksi demo selama tiga hari pada tanggal 14-16 Januari lalu. Pada tenggang waktu tersebut dilakukan pertemuan bipartit bersama perusahaan.

Dan dihasilkan kesepakatan dari pihak SPTBG. Bunyi kesepakatan itu adalah: "kami akan meneruskan aksi mogok dan selama perselisihan tuntutan ini belum ada kesepakatan maka akan diselesaikan dengan hukum yang berlaku."

Setelahnya, karyawan masuk kembali untuk bekerja, namun tututan pemulihan uang kesehatan tak digubris perusahaan. Sehingga, pada tanggal 27 Januari-3 Februari dilakukan aksi mogok lanjutan.

Sayangnya aksi ini berbuah pemutusan hubungan kerja dengan klaim "pengunduran diri" karena mangkir dari kesepakatan. "Kita sudah kesal, padahal uang kesehatan tidak turun, hanya tidak naik dari jumlah tahun lalu," kata Heroe.

Para pekerja, menurutnya, menginginkan besaran uang kesehatan setara dengan Upah Minimum Regional (UMR) wilayah Jakarta. Namun perusahaan menganggap tunjangan tetap tersebut didasarkan atas keuntungan yang didapat. "Inikan bukan normatif, demo mereka jatuhnya pemerasan terhadap perusahaan," katanya.

Apalagi menurutnya, surat pemberitahuan demo tidak ditandatangani langsung oleh ketua SPTBG, sehingga bisa dikatakan pemalsuan. Dalam mogok kedua pun, perusahaan sudah berusaha memanggil pihak karyawan sebanyak dua kali tetapi tak ada respons. Diketahui belakangan, kata Heroe, salah satu karyawan membuat pernyataan melakukan demo hanya karena "ikut-ikutan".

Pernyataan Heroe ini dibantah keras para karyawan yang di PHK dengan menunjukkan bukti slip pembayaran uang tunjangan. Tahun 2014 kemarin perusahaan resmi mengganti tunjangan kesehatan menjadi tunjangan kebijaksanaan. Besaran upahnya pun berkurang Rp200-300 ribu per orang tanpa ada kesepakatan bersama.

Padahal, tunjangan kesehatan ini sudah berjalan berpuluh-puluh tahun lamanya. "Besaran penurunannya pun tidak ada standard, suka-suka perusahaan," ujar Usep, Ketua SPTBG kepada Gresnews.com, Minggu (1/3).

Tunjangan yang sudah berjalan berpuluh tahun dapat dikategorikan tunjangan tetap yang memang harus diberikan perusahaan tanpa dipengaruhi absensi dan pencapaian target tertentu. "Berbeda dengan tunjangan tidak tetap yang memang besarannya dipengaruhi kehadiran dan prestasi karyawan," kata Usep menerangkan.

Selama beberapa kali, para karyawan meminta adanya perundingan namun tak pernah ditanggapi. Hingga akhirnya terjadilah mogok kerja. Usep juga membantah telah terjadi pemalsuan surat pemberitahuan demonstrasi. Mereka mengaku melakukan demo dengan sebelumnya memberi surat pemberitahuan ke perusahaan, Dinas ketengakerjaan, dan kepolisian yang bertanda tangan wakil Ketua SPTBG.

"Mereka memecat kami dengan alasan melanggar negosiasi padahal jelas dalam UU mogok kerja merupakan salah satu penyelesaian dalam perselisihan," ujarnya.

Dalam Pasal 137 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memang disebutkan mogok kerja merupakan hak dasar pekerja buruh. Setelah dikeluarkan surat pemecatan, para buruh pun mengeluarkan surat penolakan. Perihal salah satu karyawan yang kembali bekerja dan mengakui aksinya hanya "ikut-ikut" semata, mereka hanya menanggapi santai.

"Dia memang dipekerjakan kembali, tapi sistem harian, dengan catatan hanya dipekerjakan setiap per tiga bulan, agar tak bisa diangkat menjadi karyawan tetap," kata Usep.

Rencananya para buruh akan melakukan forum tripartit, dengan tuntutan dipekerjakan kembali atau di PHK sesuai aturan yang berlaku, bukan atas alasan pengunduran diri. Jika tripartit tidak terdapat kesepakatan, maka para buruh akan membawa masalah ini ke kepolisian dengan  sejumlah bukti baru terkait penggelapan pajak.

"Intinya perusahaan memang anti serikat, setelah sebelumnya memberangus delapan orang pimpinan serikat, kini hampir semua anggota SP dipecat," katanya.

BACA JUGA: