JAKARTA, GRESNEWS.COM – Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan uji pendapat (uji materiil) yang dimohonkan DPRD Kota Palembang terkait upaya pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota Palembang, Romi Herton-Harno Joyo. "Mengadili, mengabulkan permohonan uji pendapat yang diajukan oleh DPRD Kota Palembang Nomor 172/987/DPRD/2014, tanggal 27 September 2014 tersebut," demikian bunyi putusan perkara Nomor 04 P/KHS/2014, seperti dikutip dari laman putusan.mahkamahagung.go.id, Minggu (11/1).
 
Majelis MA, menyatakan Keputusan DPRD Kota Palembang Nomor 06 Tahun 2014, tanggal 27 September 2014, tentang Pendapat DPRD Kota Palembang terhadap pelanggaran hukum dan peraturan perundang-undangan yang dilakukan Romi Herton dalam proses Pemilukada Kota Palembang Tahun 2013 dan akibat hukumnya terhadap jabatan Walikota dan wakil walikota Palembang Periode 2013-2018, memiliki dasar hukum. Putusan itu diambil melalui rapat permusyawaratan Mahkamah Agung yang diketuai Imam Soebechi dengan anggota Supandi dan H. Yulius, pada hari Rabu, tanggal 3 Desember 2014.
 
Pertimbangan Mahkamah, jabatan walikota dan wakil walikota Palembang diperoleh pasangan Romi Herton-Harnojoyo, melanggar Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. "Untuk menduduki jabatan tersebut, Walikota Romi Herton, juga diduga melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena Romi Herton, diduga telah melakukan penyuapan terhadap Ketua Panel Hakim Mahkamah Konstitusi," demikian salah satu petikan isi putusan tersebut.
 
Pertimbangan lainnya, dugaan pelanggaran pidana terjadi pada saat pasangan walikota dan wakil walikota belum menduduki jabatannya. "Sehingga sulit diterima oleh akal sehat apabila wakil walikota terbebas dari kesalahan atas pelanggaran hukum yang terjadi, walaupun kesalahan itu bisa saja bersifat pelanggaran hukum administrasi ataupun melanggar ketentuan hukum pidana," ucap Hakim Agung Imam Soebechi dalam amar putusannya.
 
Atas dasar pertimbangan tersebut, dapat disimpulkan dan ditentukan pendapat hukum bahwa usulan dan pendapat DPRD Kota Palembang sebagaimana terurai dalam diktum kesatu, kedua, dan ketiga Keputusan DPRD Kota Palembang Nomor 06 Tahun 2014 adalah berdasar hukum. Sedangkan diktum keempat keputusan tersebut merupakan persoalan yang bukan kewenangan Mahkamah Agung untuk memutus, karena ada institusi lain yang berwenang untuk itu.
 
Uji pendapat tersebut dilakukan MA terhadap Keputusan DPRD Kota Palembang Nomor 06 Tahun 2014. Dalam putusan MA Nomor 04 P/KHS/2014, DPRD Kota Palembang pada pokoknya mendalilkan sebagai berikut:
 
Pertama, Keputusan DPRD Kota Palembang itu awalnya bersumber dari aspirasi masyarakat yang mendesak agar DPRD Kota Palembang mengambil sikap terkait pelanggaran hukum dan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Walikota Palembang Romi Herton. Romi dianggap melakukan suap-menyuap dengan M. Akil Mochtar, yang saat itu sebagai Ketua Panel Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara sengketa PHPU Pemilukada Kota Palembang Tahun 2013 Nomor 42/PHPU.D/XII/2013.
 
Perbuatan tersebut dilakukan dalam rangka mengabulkan permohonan sengketa PHPU yang diajukan pemohon pasangan calon Romi Herton-Harno Joyo. Perbuatan ini disebut merupakan suatu konspirasi kejahatan (meeting in crime), sehingga pasangan tersebut dapat menduduki jabatan sebagai walikota dan wakil walikota Palembang periode 2013-2018.
 
Kedua, perbuatan tersebut telah terbukti berdasarkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 10/PID.SUS-TPK/2014/PN.JKT/PST, tanggal 30 Juni 2014 a.n. Terdakwa M. Akil Mochtar. Akil telah dipidana hukuman penjara seumur hidup, dan secara terang-benderang menjadi kian nyata dengan telah ditetapkannya Romi
Herton sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melalui Sprin Dik -28/01/06/2014 tanggal 10 Juni 2014, dan sekarang telah ditahan oleh KPK dalam rangka menjalani proses hukum.
 
Ketiga, dengan telah terbuktinya fakta hukum (suap-menyuap) dimaksud, menurut Surat Keputusan DPRD Kota Palembang tersebut, berarti jabatan walikota dan wakil walikota Palembang periode 2013-2018 yang dijabat Romi dan Harno Joyo, diperoleh karena adanya pelanggaran hukum dan peraturan perundang–undangan. Berupa pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta pelanggaran terhadap ketentuan mengenai asas kejujuran (fair play principle) dalam Pemilukada sebagaimana tercantum dalam Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta seluruh peraturan pelaksanaannya.
 
Dengan demikian menjadi jelas bahwa peristiwa hukum (rechtsfeit) dari tindakan melanggar hukum tersebut terjadi dalam hubungan hukum (rechtsbetrekking) proses Pemilukada yang menganut sistem paket, berupa pasangan calon. Sehingga jabatan yang dipegang oleh Romi-Harnojoyo sebagai walikota dan wakil walikota mengandung cacat hukum (aspek legalitas) dan mengandung cacat moral (aspek legitimasi politik) dalam demokrasi.

Kondisi ini selanjutnya menimbulkan kontroversi dan ketidakpercayaan publik. Karenanya, terhadap keduanya perlu dipertimbangkan untuk diberikan sanksi hukum sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
 
Keempat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palembang berpendapat bahwa secara etika dan moral politik dan sesuai dengan asas penyelenggaraan pemerintahan maka jabatan walikota dan wakil walikota Palembang Periode 2013-2018 harus dikembalikan kepada yang berhak, yaitu pasangan terpilih Pilkada Kota Palembang Tahun 2013, Sarimuda-Nelly Rasdiana. Pasangan terpilih ini sesuai Keputusan KPU Kota Palembang Nomor 35/Kpts/KPU.Kota-006.435501/2013, tanggal 14 April 2013, yang tidak pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Hal ini sebagai jalan keluar dari kekosongan hukum dan peraturan perundang–undangan sesuai dengan asas kebenaran dan keadilan substansi.
 
Sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam perkara nomor: 159/G/2013/PTUN.JKT, tertanggal 13 Januari 2014 memutuskan menolak gugatan para penggugat, Sarimuda dan Nelly Rasdiana untuk seluruhnya.
 
Dalam perkara ini, Sarimuda dan Nelly Rasdiana menggugat Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai tergugat No.131.16-4574 tahun 2013 Tentang Pengesahan Pengangkatan Walikota Palembang Propinsi Sumatera Selatan tertanggal 17 Juni 2013 atas nama Romi Herton.

Serta Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri RI. No.132.16-4575 tahun 2013 Tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Walikota Palembang Propinsi Sumatera Selatan tertanggal 17 Juni 2013 atas nama Harno Joyo.

Para penggugat keberatan atau menolak surat keputusan tergugat dan menganggapnya sebagai tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan batal.
 
Begitu juga di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 84/B/2014/PT.TUN.JKT tertanggal 30 Juni 2014 menyatakan, menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 159/G/2013/PTUN.JKT, tanggal 15 Januari 2014. Dalam pokok sengketa menyatakan gugatan para penggugat tidak diterima.
 
Seperti diketahui, Sarimuda-Nelly Rasdiana merupakan pasangan calon walikota dan wakil walikota Palembang 2013 lalu. KPUD Kota Palembang sempat menetapkan kemenangan pasangan ini, unggul delapan suara dari pasangan Romi Herton-Harnojoyo.
 
Namun MK membatalkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Palembang tanggal 13 April 2013, beserta lampirannya dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Palembang Nomor 34/Kpts/KPU.Kota-006.435501/ 2013 tentang penetapan rekapitulasi. Untuk memperkuat keputusan tersebut MK juga menerbitkan surat No 96/ PAN.MK/5/2013 perihal pelaksanaan putusan Nomor 42/PHPU.D-XI/2013 tertanggal 29 Mei 2013.
 
Pasangan Romi Herton-Harnojoyo akhirnya dinyatakan memenangkan pilkada tersebut. Belakangan terungkap bahwa hakim panel Akil Mochtar yang juga sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, mendapat suap miliaran rupiah dari kubu Romi Herton-Harnojoyo. Romi Herton saat ini sudah menjadi terdakwa dalam kasus suap sengketa Pilkada Palembang itu. Sedangakan Akil Mochtar telah divonis penjara seumur hidup.

BACA JUGA: