JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia mendesak Mabes Polri segera menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas nama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto.  Desakan ini mengacu pada Pasal 109 ayat (2) KUHAP yang menyatakan penyidik dapat menghentikan penyidikan dengan alasan: 1) tidak ada bukti yang cukup, 2) peristiwa yang disidik bukan tindak pidana, dan 3) penghentian penyidikan demi hukum.

Mabes Polri juga diimbau mencopot Inpektur Jenderal (Irjen) Polisi Budi Waseso  dari posisi Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tindakan sewenang-wenang.

"Selanjutnya Presiden Joko Widodo harus bersikap dengan memberikan dukungan kepada KPK untuk mengusut kasus tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan secara tuntas dan menyeluruh. Selain itu, PSHK Indonesia juga meminta Presiden Joko Widodo segera membatalkan pengangkatan tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai Kapolri.

"Ini momentum yang tepat bagi Presiden untuk segera mengevaluasi dan memimpin reformasi di tubuh institusi Polri," kata peneliti PSHK Indonesia Miko Suanto Ginting melalui surat elektronik yang diterima Gresnews.com, Sabtu (24/1). Hal ini, lanjutnya, untuk penegakan hukum yang bebas dari korupsi dan kesewenang-wenangan.

Alasannya, penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto, oleh Bareskrim Mabes Polri adalah bentuk kesewenang-wenangan dan tidak berdasar atas hukum. Penangkapan yang sewenang-wenang ini adalah bentuk nyata kriminalisasi dan serangan balik yang sistematis terhadap KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Penangkapan yang sewenang-wenang, menurutnya, tidak bisa dilepaskan dari konteks pengusutan kasus korupsi oleh KPK terhadap tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan. Ia berpendapat, penagkapan Bambang memiliki pola yang sama dengan rekayasa dan kriminalisasi yang sebelumnya pernah dilakukan terhadap Komisioner KPK Bibit Samat Riyanto dan Chandra Hamzah (Bibit-Chandra) dan Penyidik KPK, Novel Baswedan.

Kata Miko, Pasal 242 jo 55 KUHP yang dituduhkan kepada Bambang mengada-ada dan tidak beralasan. Sebab tuduhan ini berulang kali diklarifikasi dan dinyatakan bersih baik oleh Pansel maupun DPR ketika Bambang Widjojanto mencalonkan diri sebagai Komisioner KPK.

Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) Komisaris Jendral (Komjen) Polisi Badrodin Haiti membantah penangkapan Bambang itu merupakan kriminalisasi dan serangan balik terhadap KPK. Tetapi terkait sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada- di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah yang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pada saat itu, Bambang menjadi salah satu kuasa hukum dari pihak pemohon.

"Dari hasil penyelidikan, penyidik berkesimpulan sudah ada alat bukti cukup sehingga ditingkatkan menjadi penyidikan," kata Wakapolri kepada wartawan di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/1).

BACA JUGA: