JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung mengklaim kerja Tim Satgas Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3PTK) atau Tim Satgassus memberi angin segar pemberantasan korupsi khususnya di daerah. Salah satu indikasinya, saat ini banyak pejabat di daerah yang ketakutan melakukan korupsi.

Sepanjang tahun 2015 ini, Kejaksaan Agung menyebut telah menangani ribuan kasus tindak pidana korupsi. Kasus yang masuk penyelidikan sebanyak 1.863 perkara. Untuk penyidikan ada 1.717 perkara dan penuntutan sebanyak 2.274 perkara. Dari penanganan perkara tersebut, Kejagung berhasil menyelamatkan uang negara hingga Rp 604 miliar. Selain itu, Kejaksaan mengeksekusi 565 terpidana kasus korupsi.

Sementara capaian uang pengganti yang bisa diraih dan disetor ke kas negara adalah Rp 72,744 miliar. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berhasil diraih adalah Rp 704,6 miliar. Jumlah itu adalah lebih besar 438 persen dari target yang ditentukan.

"Pembentukan Satgassus itu untuk melakukan evaluasi penegakan korupsi, bukan hanya tangani pekrara baru, tapi juga lama. Ini sebagai triger dalam memberantas korupsi. Hasilnya cukup mengembirakan," kata Jaksa Agung M Prasetyo saat memberi paparan Refleksi Akhir Tahun 2015 Kejaksaan RI di Gedung Kejagung, Kebayoran Baru, Jaksel, Rabu (30/12).

Meski begitu, Prasetyo mengakui ada sejumlah kendala yang dihadapi pihaknya dalam pemberantasan korupsi. Namun ia berjanji Kejagung akan tetap mengoptimalkan pemberantasan korupsi.

HAMBAT PENEGAKAN HUKUM - Sejumlah aturan dan dinamika perkembagan hukum dinilai menghambat penegakan hukum lembaga yang dipimpinnya dalam menegakkan hukum sepanjang tahun 2015 ini.

Aturan atau ketentuan hukum dimaksud, diantaranya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperluas cakupan obyek gugatan praperadilan yang diatur Pasal 77 KUHAP. Di mana penetapan tersangka, penyitaan, penggeledahan bukan termasuk objek praperadilan, sekarang menjadi objek praperadilan.

Dengan putusan itu, maka seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh penegak hukum, secara mudah bisa menguji sah tidaknya penetapan status tersebut. Begitupun saat penegak hukum melakukan penggeledahan dan penyitaan yang hanya diputus oleh seorang hakim.

"Kita harus akui dan jujur, beberapa diantaranya dikalahkan. Tapi kekalahan itu bukan indikasi kegagalan penegakan hukum, karena putusan praperadilan bukan putusan final, dia baru awal, sama halnya awal kita lakukan penyidikan tindak pidana," katanya.

Aturan penghambat penegakan hukum lainnya yang dihadapi Kejagung, lanjut Prasetyo, adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatur jika ada penyimpangan di satu lembaga pemerintahan atau kementerian, maka penegak hukum tidak bisa langsung menangani.

"Lebih dulu ditangani oleh lembaga internal AKIP dan BPKP, maka kita harus tunggu dulu pemeriksaan internal. Setelah ada indikasi pidana, baru bisa masuk dan tangani perkara, sehingga AKIP dan BPKP jangan sebagai bunker atau pelindung tindak pidana korupsi," tandasnya.

Aturan selanjutnya, adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan, Peninjauan Kembali (PK) bisa diajukan lebih dari sekali atau berkali-kali. Dampaknya sangat terasa terhadap penegakan hukum, terutama Kejaksaan sebagai eksekutor putusan pengadilan, khususnya terkait putusan terpidana mati.

"Ini dampaknya sangat terasa, khususnya bagi jaksa eksekutor, khususnya terpidana mati, saat akan diekesekusi, terpidana buru-buru nyatakan akan ajukan PK," ujarnya.

Padahal, lanjut Prasetyo, pengajuan sekali PK-pun sudah sangat merepotkan Kejaksaan, karena tidak ada batas waktu untuk mengajukan PK setelah terpidana menyatakan akan mengajukan PK.

Selain aturan hukum, Prasetyo juga menuding masifnya pemberitaan media yang berdasarkan persepsi dan asumsi juga menghambat penegakan hukum yang dilakukan Kejagung. Jadi, banyak sekali pemberitaan yang berangkat pada asusmsi dan opini, bukan fakta dan bukti. "Supaya disadari, bahwa pemberitaan seperti ini hambat penegakan hukum," ucapnya.

CATATAN KOMISI KEJAKSAAN - Komisi Kejaksaan berpandangan Tim Satgassus masih perlu dievaluasi. Catatan Komisi Kejaksaan setidaknya hingga akhir 2015 ini ada tiga perkara korupsi yang dibawa ke persidangan, hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis bebas. Tersangka terbukti tak bersalah. Selain itu ada juga tiga perkara korupsi yang dihentikan perkaranya.

"Jaksa Agung perlu evaluasi jika kondisinya demikian, saya pernah masuk Tim Satgassus tapi tidak seperti ini," kata Komisioner Komisi Kejaksaan Ferdinand Andi Lolo kepada gresnews.com.

Ketiga perkara itu adalah perkara pembebasan lahan proyek pembangunan PLTU di Sumuradem, Indramayu, Jawa Barat tahun 2004. Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang langsung dipimpin Sarjono Turin tak berhasil membuktikn bahwa mantan Bupati Indramyu Irianto MS. Syafiuddin alias Yance bersalah. Ketua majelis hakim Tipikor Bandung Marudut Bakara membebaskan Yance dari tuntutan Jaksa dengan hukuman 1,5 tahun penjara dan membayar denda Rp200 juta atau subisider enam bulan. Yance lolos dari dakwaan primer Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perkara kedua adalah kasus korupsi dana Bantuan Sosial yang melibatkan Wakil Bupati Cirebon Tasiya Soemadi Gotas. Tasiya lolos dari dakwaan primer dan sekunder. Pengadilan Tipikor juga membebaskan Tasiya dari tuntutan Jaksa 9 tahun penjara dan uang pengganti sebesar Rp559 miliar. Sementara dua terdakwa lain yakni Emon Purnomo dan Subekti Sunoto terbukti bersalah dan divonis hukuman penjara 4 tahun.

Terakhir terdakwa Wawan Idrawan dalam kasus korupsi BJB Tower juga dinyatakan bebas. Majelis hakim yang diketuai Naisyah menyatakan Wawan tak terbukti melakukan pelanggaran hukum yang diuga merugikan negara Rp271 miliar. Jaksa menuntut Wawan dengan hukuman 12 tahun penjara.

Sementara tiga perkara yang dihentikan perkaranya adalah perkara dugaan korupsi pengadaan lima unit mobil pemadam kebakaran di lingkingan PT Angkasa Pura I, Kredit macet Bank Bukopin dan Patal Bekasi. Dalam ketiga kasus ini, Satgassus tidak menemukan cukup bukti untuk dibawa pengadilan.

Belum lagi perkara-perkara korupsi lain yang mangkrak. Antara lain empat tersangka perkara korupsi penggunaan frekuensi 3G PT Indosat Mega Media (IM2). Padahal perkara untuk terdakwa Indar Atmanto telah berkekuatan hukum tetap. Kasus lain adalah korupsi proyek jaringan sampah di Pemprov DKI Jakarta, tersangka Erry Basworo belum juga dilakukan penahanan.

BACA JUGA: