JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) berharap bisa memenangkan permohonan praperadilan kasus dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Perhutani Jabar dalam kasus pengelolaan hutan di KPH Bogor yang melibatkan setidaknya 12 perusahaan pertambangan. Sehingga Kepolisian Polda Jawa Barat akan kembali melanjutkan penyidikan kasus ini setelah Maret 2015 lalu telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

"Hari ini sidang dengan agenda kesimpulan. Kami yakin kepada Pengadilan Negeri Bandung akan memberikan putusan untuk membuka kembali kasus pelanggaran pidana kehutanan ini karena fakta di pengadilan sangatlah kuat," kata kuasa hukum Walhi Destri Tsuraya dalam keterangannya kepada Gresnews.com, Rabu (10/6).

Kepala Divisi Penanganan Kasus LBH Bandung ini menyatakan, selama persidangan berlangsung LBH telah menghadirkan 12 bukti baik bukti tertulis, foto maupun video. Selain itu LBH juga menghadirkan 3 saksi fakta dan keterangan tertulis dari Profesor Dr Asep Warlan Yusuf untuk memperkuat dugaan pelanggaran pidana yang oleh ke-12 perusahaan dan perhutani.

Diketahui, pertengahan tahun 2013, Walhi Jabar melaporkan kasus penambangan ilegal di kawasan hutan lindung di Kabupaten Bogor ke Polda Jabar. Laporan itu terkait dugaan penyalahgunaan wewenang Perhutani Jabar atas pengelolaan hutan di kawasan Bogor.

Perhutani dengan alasan Kerjasama Operasi atau KSO, telah memberikan ijin tambang di kawasan hutan terhadap lebih dari 12 perushaan. ke 12 perusahaan tersebut adalah PT. Lumbung Mineral Sentosa, PT. Indoloma Tunggal Perkasa, PT. Shekinah Glory, PT. Bayu Respani, PT. Makmur Sejahtera Mandiri, PT. Tunas Jaya Tamamas, PT. Bintang Delapan Mineral, PT. Marga Wisesa, PT. BOSGCO, CV. Tambang Jaya Indah, CV. Palm Mineral Indonesia, Koperasi Taman Caringin II. Ke-12 perusahaan belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan eksplorasi, persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan.

Atas laporan tersebut, Polda Jabar sempat melakukan penyidikan terhadap 12 perusahaan yang diduga melakukan penambangan secara ilegal. Namun, pada 20 Maret 2015, Polda Jabar menghentikan kasus ini dan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan.

Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jabar Dadan Ramdan, sedikitnya ada 12 perusahaan yang melakukan aktifitas pertambangan di wilayah hutan produksi yang masuk wilayah Perhutani yang tidak memiliki izin pinjam pakai dari menteri kehutanan.

"Jika merujuk pada peraturan kehutanan jelas apa yang dilakukan oleh ke-12 perusahaan yang terikat KSO (kerjasama operasi) merupakan tindak pidana, begitu juga dengan Perhutani juga bisa diseret ke Pengadilan," kata Dadan.

Sementara itu manager kebijakan dan pembelaan hukum Walhi Eksekutif Nasional Muhnur Satyahaprabu menilai dalam penyelidikan dan penyidikan kasus ini selama ini kepolisian hanya melihat fakta-fakta administratif. KSO yang merupakan wewenang Perhutani seharusnya hanya berisikan aktivitas rehabilitasi dan reklamasi hutan bukan aktifitas penambangan galena dan lainya di wilayah perhutani seperti yang terjadi selama ini. Jika fakta menunjukkan ada kegiatan penambangan maka KSO saja tidak cukup karena KSO bukanlah izin.

"Itu harus dilengkapi dengan izin pinjam pakai dari menteri Kehutanan," kata Muhnur.

Maka jelas, dengan fakta tersebut Polda Jabar harus membuka kembali kasus penambangan di wilayah hutan yang diduga dilakukan oleh ke 12 perusahaan. Tindakan tersebut jelas merupakan tindakan pidana sesuai dengan pasal 38 ayat (3) UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 19 tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi UU.

BACA JUGA: