Jakarta - Sejumlah LSM menuding bahwa hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah melegitimasi praktik korporasi yang dinilai telah melakukan perusakan terhadap lingkungan hidup.

Menurut peneliti Divisi Advokasi Hukum Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Andi Muttaqien, legitimasi tersebut terbukti dengan dikalahkannya gugatan LSM terkait putusan PTUN atas pembuangan tailing (dumping) PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) ke Teluk Senunu di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Restu itu dikeluarkan dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim PTUN, Selasa (3/4).

Untuk diketahui, LSM yanga menggugat yakni, Walhi dan Gema Alam NTB yang didukung oleh Koalisi Pulihkan Indonesia yang terdiri dari KIARA, Ut Omnes Unum Sint Institute, JATAM, LBH Jakarta, Elsam, PIL-Net, ICEL dan LBH Masyarakat.

Menurut Andi, majelis hakim menilai kewenangan menerbitkan izin dumping mutlak dimiliki oleh Menteri Lingkungan Hidup. Padahal UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur pemberian izin tidak hanya dikeluarkan oleh Menteri LH saja.

"Bahwa kewenangan penerbitan izin tidak hanya dimiliki menteri, tapi juga gubernur, dan wali kota atau bupati sesuai kewenangannya yang juga diatur dalam UU 32/2004 tentang Pemda," ucap Andi.

Selain itu, sambung Andi, majelis hakim tidak mempertimbangkan kesalahan yang dilakukan oleh Tergugat/Menteri LH dalam menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) tersebut. Dalam Kepmen yang diterbitkan Menteri LH terdapat kesalahan fatal dalam ketidaksesuaian titik koordinat dari lokasi penempatan pipa dumping tailing yang tertera dalam Amdal dengan titik koordinat yang terdapat dalam Kepmen.

"Hakim tidak mempedulikan lokasi pembuangan limbah Newmont yang diizinkan KLH tidak sesuai dengan yang disebutkan dalam Amdal. Area atau koordinat yang dalam surat ijin adalah  9°03´ (sembilan derajad, tiga menit), sementara  Amdal yang disetujui menunjukkan pada area atau titik 9° 02,39´," papar dia.

BACA JUGA: