JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ratusan pembeli rumah susun Kemanggisan Residence harus menelan kecewa. Terbayang di depan mata uang ratusan juta rupiah  yang telah mereka investasikan dalam pembelian rumah susun itu bakal melayang. Sebab pengembang rumah susun bersengketa dengan pengembang sebelumnya, hingga penyerahan unit rusun yang dijanjikan pun terbengkelai.    

Salah satu pembeli Kemanggisan Residence, Hendro Rahardjo, menceritakan kekisruhan tersebut bermula dari internal perusahaan PT Mitra Safir Sejahtera (MSS) yang mengalami pertikaian antara investor lama di PT MMS yaitu Willy Karamay dengan Tirta Susanto sebagai Direktur Utama PT MSS. Kemudian saling menuntut hingga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kemudian menjadi kasus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dimulai bulan Agustus 2011, berujung gugatan pailit. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat lalu menyerahkan kasus ini kepada kurator. Namun kurator disinyalir justru mempengaruhi hasil keputusan sidang,  padahal harusnya kurator berperan sebagai perantara antara kreditur dengan debitur.

Sehingga para pembeli selaku kreditur hanya mendapatkan jatah nilai aset yang laku dilelang sebesar 15 persen. Jika dilihat dari total aset PT MSS berdasarkan harga pasar mencapai Rp250 miliar tetapi hanya laku dilelang sebesar Rp125 miliar. Berdasarkan perhitungan Paguyuban Konsumen Rusun Kemanggisan Residence, pembeli hanya kebagian Rp89,5 miliar, selanjutnya dana hasil lelang itu harus dibagi kepada 550 pembeli. Jadi Hendro  mencontohkan, bagi dirinya yang sudah membayar Rp377 juta,  hanya mendapatkan pengembalian sekitar Rp70 juta. "Jadi akibatnya kita yang menjadi korban," kata Hendro yang tengah melakukan aksi unjuk rasa di depan Kemanggisan Residen Jakarta, kepada Gresnews.com , Rabu (19/2).

Menurut Hendro, karena tidak terima dengan putusan tersebut para pembeli apartemen mengajukan upaya keberatan atas hasil lelang ke Hakim Pengawas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun Hendro mengaku bingung, tim kurator Mitra Safir yaitu Andri Krisna Hidayat, Indra Nurcahya dan Alfin Sulaeman mengajukan gugatan terhadap kreditur karena dinilai merugikan proses pemberesan kepailitan perusahaan.

Dalam gugatannya mereka meminta ganti rugi yang totalnya mencapai Rp150 miliar. Namun, gugatan yang dilayangkan oleh Tim Kurator dinilai tidak berdasar dan tidak dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Hendro mengaku para pembeli sudah melaporkan ke Kementerian Perumahan Rakyat dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, namun jawaban yang diterima oleh para pembeli tidak memuaskan karena kedua instansi tersebut beralasan permasalahan ini bukanlah ranah kedua instansi tersebut. Para pembeli juga berkeluh kesah kepada Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo pada saat dirinya mencalonkan menjadi Gubernur DKI. Menurutnya Jokowi berjanji akan segera menyelesaikan permasalahan kasus Kemanggisan Residence dengan mengambil alih Kemanggisan Residen menjadi bangunan berbentuk rusunami yang disubsidi oleh pemerintah.

Namun pada saat Jokowi sudah menjadi Gubernur DKI Jakarta, tim kurator sudah memberikan data bahwa pembelinya sudah mencapai 70 persen, sehingga Jokowi tidak bisa mengambil alih Rusunami tersebut. "Semua pihak sudah kami laporkan tapi tidak ada satupun yang bisa turun tangan," kata Hendro.

Salah satu pembeli, Randy mengatakan para pembeli tidak ingin pengembalian dalam bentuk uang tetapi menginginkan unit karena antara uang yang sudah diberikan dengan pengembalian tidaklah seimbang. Lagipula menurutnya penjualan aset dari PT MSS ke investor baru hanya dibawah tangan dan investor baru tersebut dipilih berdasarkan rekomendasi para kurator.

Dia menambahkan pada saat penjualan dibawah tangan kepada investor baru, para pembeli tidak dilibatkan sehingga para pembeli menilai para kurator sudah melenceng dari peran yang seharusnya sebagai penengah, tetapi malah menjadi penentu kebijakan. Padahal para pembeli juga bersedia mencarikan investor baru untuk membeli Residence Kemanggisan.
"Kita hanya meminta unit kami dikembalikan. Kami (pembeli) sudah mengeluarkan hingga ratusan juta kalau ditotal semua pembeli itu sudah miliaran," kata Randy kepada Gresnews.com, Jakarta, Rabu (19/2).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda menyayangkan Kementerian Perumahan Rakyat sampai saat ini tidak ada tindakan nyata untuk menindaklanjuti pengaduan-pengaduan konsumen yang tidak puas pelayanan pengembang property. Selain itu tim legal dari Kementerian Perumahan Rakyat juga memiliki peran yang sangat lemah karena telah banyak konsumen yang dipertemukan dengan pengembang namun belum ada yang membuahkan hasil.

Menurutnya tidak ada pengawasan ataupun tindakan untuk memberikan solusi yang baik. Pertemuan memang diadakan tetapi setelah itu permasalahan yang ada tidak juga terselesaikan. Ali membuktikan dengan hasil pengaduan konsumen yang dikumpulkan pada bulan lalu, terdapat 35 pengaduan dari konsumen dengan kategori yang berbeda-beda.

Dia menuturkan kategori pengaduan tersebut terdiri dari spesifikasi yang tidak sesuai sebanyak empat pengaduan, sengketa fasilitas umum dan fasilitas sosial sebanyak tiga pengaduan, molornya serah terima enam pengaduan, pertanahan empat pengaduan, mafia pailit sebanyak lima pengaduan, sengketa Personal Property Register Security (PPRS) sebanyak lima pengaduan dan lain-lain sebanyak delapan pengaduan.

Sebesar 62,9 persen pengaduan merupakan konsumen perumahan sedangkan sisanya berasal dari pengaduan konsumen apartemen. Berdasarkan wilayah pengaduan sebesar 51,4 persen merupakan proyek di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi Jabodetabek sedangkan di luar Jabodetabek sebesar 48,6 persen. "Kami telah melakukan verifikasi terhadap tujuh berkas sedangkan tiga yang baru kami klarifikasi kepada dua belah pihak terkait," kata Ali kepada Gresnews.com, Jakarta, Rabu (19/2).

BACA JUGA: