JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Komisi VII DPR RI mendesak Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengambil langkah hukum untuk mempidanakan 34 kontraktor yang kabur menelantarkan proyek pembangkit listrik yang mereka menangkan. Kaburnya sejumlah kontraktor tersebut membuat proyek listrik 35.000 megawatt menjadi terhambat.

"Jangan beralasan tidak bisa dituntut secara perdata, jadi kejar pidananya," tegas Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Hanura, Inaz Nasullah Senin (24/10)

Inaz mengatakan, komisinya akan mendalami klausal kontrak tersebut dalam perjanjian kontraktor dengan  PLN dalam pembangunan pembangkit itu. "Saya perlu membaca dulu kontraknya. Apalagi 34 kontrak ini ditanda tangani di era pemerintahan yang lalu," kata Inaz kepada gresnews.com.

Menurutnya, dalam kasus ini beredar informasi bahwa kontrak tersebut diduga melibatkan putra mantan Direktur Utama PLN Dahlan Iskan. Namun Inaz enggan berkomentar lebih jauh soal keterlibatan anak mantan Menteri BUMN era Presiden SBY tersebut.

"Perlu didalami kebenarannya, saya melihatnya  dalam Tujuh tahun yang lalu itu ada permainan dan harus diselidiki," ujarnya.

Untuk membongkar adanya kontraktor yang kabur dan penyebab proyek tersebut mangkrak, pemerintah harus berani mengungkapkan siapa saja yang bermain dalam proyek tersebut.

Direktur Utama (Dirut) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN perseroan) Sofyan Basir sebelumnya  menyebutkan ada 34 proyek pembangkit listrik bagian dari progran listrik 35.000 megawatt yang mangkrak akibat  kontraktornya  kabur. Hal itu diduga  akibat mereka sebelumnya tidak meneliti dengan baik feasibility atau kelayakan  proyek tersebut. Sehingga mengajukan penawaran harga yang paling murah akibatnya mereka merugi. Sementara  PLN tidak dapat menggugat secara hukum para kontraktor yang tidak menyelesaikan proyek tersebut.


TIDAK PUNYA KEMAMPUAN DAN PENGALAMAN -  Direktur Eksekutif CERI (Center of Energy and Resources Indonesia) Yusri Usman menilai kaburnya para kontraktor pembangkit listrik disebabkan banyak faktor. Menurutnya, kesalahan utama persoalan ini terletak di pihak PLN. Sebab mereka  telah memutuskan pemenang kontraktor EPC (engineering, procurement and construction) yang tidak mempunyai kompetensi secara teknis dan modal maupun pengalaman dalam mengerjakan proyek pembangkit.

"Termasuk adanya kebijakan menunjuk pemenang dengan harga penawaran yang terendah. Karena faktanya belakangan mereka rugi dan salah hitung, akibatnya kontraktornya lari dari tanggung jawab, " kata Yusri kepada gresnews.com, Senin (24/10).

Menurutnya panitia lelang juga dalam posisi dilema dalam memutuskan pemenang pada setiap tender. Sebab jika  menunjuk pemenang lelang dengan harga tinggi yang wajar, hal itu tentu akan menjadi temuan BPKP atau BPK dan bisa timbul masalah hukum. Sementara jika menunjuk penawar harga terendah ujungnya proyek menjadi mangkrak karena ditinggalkan.

Ia mengungkapkan bahwa  komponen pembangkit seperti generator dan turbin yang berbeda dan kebanyakan berasal dari negara Tiongkok itu belum tentu teknologinya dipahami para kontraktor. "Sebab yang paham adalah mereka dari negara pembuatnya," jelasnya.

Ia justru berharap PLN bisa terbuka kepada  publik soal  34 perusahaan yang kabur dari tanggung jawab membangun proyek Pembangkit itu.

Sebelumnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR beberapa waktu lalu, Dirut PLN Sofyan Basir mengungkapkan, ada 34 pembangkit yang bermasalah di sejumlah wilayah. Diantaranya wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan  Papua. Dari hasil kajian, PLN bisa melanjutkan 21 proyek pembangkit yang terkendala itu, sementara 13 proyek lainnya diterminasi alias ditutup.

Sofyan menjelaskan, 13 proyek itu tidak dilanjutkan dengan alasan terjadi salah perhitungan oleh kontraktor sebelum mengerjakan proyek. "Pada saat kontrak awal mereka (kontraktor) tidak meneliti dengan baik soal penawaran harga. Hingga mereka menawar  yang paling murah, maka itu yang terjadi," kata Sofyan di sela-sela Rapat dengan Komisi VII DPR RI, Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (13/10).

Ia juga mengungkapkan sejauh ini pihaknya tidak bisa menggugat atau pun melakukan upaya hukum kepada kontraktor. Sebab mereka telah terikat ketentuan dalam kontrak. "Kalau untuk menggugat kontraktor tidak bisa, karena mereka dalam kontraknya kuat. Contohnya jika kita putus kontrak, mereka tidak ada beban dan ganti rugi, tetapi kalau kita lanjutkan dan selesai, dia masih ada keuntungan (kompensasi)," ujarnya.

Sofyan mengakui kontrak model ini tidak menguntungkan bagi PLN.  Sehingga menjadi salah satu alasan 13 proyek pembangkit tersebut diterminasi. Selain itu, ada juga pertimbangan soal struktur geografis, seperti lahan rawa yang tidak memungkinkan untuk membangun pembangkit listrik serta kerugian biaya yang ditanggung.

Adapun sebanyak 21 proyek pembangkit lainnya akan dilanjutkan dengan pertimbangan urgensi kebutuhan listrik untuk masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Terkait mangkraknya 34 proyek itu Sofyan mengaku, belum menghitung total kerugiannya, karena masih dalam penghitungan BPKP yang diperkirakan akan selesai sekitar satu bulan ke depan.

BACA JUGA: