JAKARTA, GRESNEWS.COM - Program ketahanan pangan terutama sektor produksi gula sedang terguncang dengan maraknya impor ilegal. Impor gula ini ditenggarai sebagai upaya untuk menjatuhkan harga gula lokal sehingga muncul peluang untuk mempermainkan harga dan mendapatkan jatah impor gula putih.

Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM) Bin Firman Tresnadi mengungkapkan bahwa tim yang turun ke lapangan menemukan para importir gula berusaha menjatuhkan harga gula di pasar. Hal ini telah ditemukan di beberapa pasar tradisional di Sukabumi, Jawa Barat. Para importir gula tersebut berusaha untuk memainkan harga gula dengan cara membanjiri pasar dengan gula pasir ilegal tanpa merek.

"Jelas itu adalah sebuah pelanggaran, karena para pemain itu (mafia gula) bertujuan gula putih menjadi jatuh harganya," ujar Firman kepada gresnews.com, Senin (18/4).

Menurut Firman, kegiatan penyelundupan gula pasir tak bermerek tersebut sebetulnya didalangi oleh para perusahaan importir gula. "Kami sudah melaporkan hal ini ke Kementerian Pertanian tapi belum ada langkah yang diambil," ujarnya.

Ia menilai, jikalau pemerintahan Jokowi serius untuk membangun ketahanan pangan di Indonesia maka tindakan harus segera diambil. Pemerintah harus menggelar operasi pasar dan membentuk tim investigasi untuk menangkap serta mempidanakan para mafia gula tersebut.

Saat dimintai data terkait perusahaan yang berada di balik kejadian ini, Firman mengungkapkan bahwa data tersebut tidak bisa diberikan karena menyangkut keselamatan teman-teman di lapangan yang melakukan investigasi. "Pokoknya kebanyakan perusahaan tersebut berdomisili di Singapura dan mereka adalah perusahaan-perusahaan besar," ungkapnya.

Gula yang menjadi konsumsi masyarakat Indonesia secara umum, ternyata cukup besar dipasok dari negara lain. Ketergantungan ini berlangsung sudah lama.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip gresnews.com, Selasa (19/4/2016), ada dua jenis gula yang diimpor, yakni gula pasir dan gula tebu. Gula pasir yang diimpor mencapai 16.550 ton dengan nilai US$6,8 juta (Rp89,2 miliar) dalam tiga bulan pertama di 2016 (Januari-Maret). Turun sedikit dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Impor terbesar berasal dari Thailand dengan 15.610 ton dengan nilai US$6,4 juta (Rp84 miliar), Malaysia sebanyak 800 ton dengan nilai US$350.194 (Rp4,5 miliar), dan Singapura sebanyak 140 ton dengan nilai US$70.119 (Rp920 juta).

Gula tebu diimpor sebesar 1,1 juta ton dengan nilai US$398 juta (Rp5,2 triliun). Asalnya dari Thailand sebesar 936 ribu ton senilai US$334 juta (Rp4,3 triliun), Australia sebanyak 174 ribu ton dengan nilai US$64,1 juta (Rp841 miliar), dan Korea Selatan sebanyak 9,9 ton dengan nilai US$ 11.669 (Rp153 juta).

GULA SELUNDUPAN - Aparat pemerintah belakangan ini kian sibuk dengan maraknya penyelundupan yang dilakukan via laut. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan RI menggelar operasi gerhana tahun 2016. Operasi itu merupakan upaya memberantas penyelundupan barang ilegal seperti narkoba dan produk pangan.

"Tahun kemarin saja, kita berhasil melakukan penindakan di laut sebanyak 176 kali. Sementara, dalam 3 bulan belakangan ini sudah ada 80 kali. Kita harus waspada," kata Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi kepada wartawan di Pelabuhan Belawan, Kamis (7/4).

Dalam operasi gerhana kali ini, Heru menyebut pihaknya melibatkan 16 kapal patroli Bea dan Cukai dari masing-masing kantor DJBC Aceh, Sumut, Kepulauan Riau, Riau, Sumbar, Batam dan Tanjung Balai Karimun. Jumlah personelnya mencapai 300 orang.

Heru menyatakan patroli gabungan di laut ini akan berlangsung selama sebulan, terhitung mulai dari Kamis (7/4/2016) hingga Jumat (6/5/2016) mendatang. Upaya penyelundupan barang ilegal ini seperti produk pangan diantaranya gula dan narkotika berasal dari Malaysia dengan menggunakan kapal-kapal kayu yang dibawa masuk ke sepanjang pantai timur Sumatera.

Untuk selundupan gula, jajaran Polda Riau menggagalkan penyelundupan gula dan beras asal Malaysia. Kini lima orang terdiri ABK dan nakhoda kapal diamankan.

Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo menjelaskan, dalam pengungkapan penyelundupan ini disita 1.000 karung beras dengan berat per karungnya 25 kg dengan jumlah seluruhnya 25 ton.

Untuk gula pasir sebanyak 1.000 karung atau sekitar 75 ton dengan satu karung gula pasir beratnya 75 Kg. Beras dan gula pasir ini diangkut dengan kapal motor tanpa nama melalui perairan Tembilahan, Kab Inhil.

"Dalam kasus penyelundup 4 ABK dan satu nakhoda sudah diamankan. Mereka ditahan di Ditpolair Polda Riau," kata Guntur, Senin (11/4).

Guntur menjelaskan, penggagalan penyelundupan ini berawal saat Kapal Patroli IV-2002 melakukan patroli rutin perairan Tanjung Jungkir, Kecamatan Kateman, Indragiri Hilir. Tim patroli merasa curiga dengan kapal tanpa nama itu. Lantas dihentikan dilakukan pemeriksaan ternyata tidak dapat menunjukkan dokumen sesuai dengan angkutan.

Dalam kasus ini, lanjut Guntur, para pelaku dijerat dengan pasal Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan Undang-Undang Pelayaran.

CABUT IZIN IMPOR GULA RAFINASI - Saat ini ada 11 perusahaan yang mendapatkan izin untuk melakukan impor gula rafinasi dan mendirikan industri gula rafinasi. Gula rafinasi merupakan salah satu jenis gula sukrosa yang diproduksi melalui tahapan awal gula kristal mentah (raw sugar), meliputi proses pelarutan kembali (remelting), klarifikasi, dekolorisasi, kristalisasi, fugalisasi, pengeringan, dan pengemasan. Karena melalui tahapan proses ketat, tak aneh bila gula rafinasi memiliki tingkat kemurnian tinggi.

Selain itu, kualitasnya juga jauh di atas gula kristal putih dengan kadar ICUMSA 200-300. Karena melalui proses pemurnian lebih ketat, warna gula putih bersih dan lebih cerah. Butiran kristalnya lebih halus dan lembut. Tak heran bila industri makanan, minuman, dan farmasi lebih menyukai gula rafinasi meskipun diolah dari bahan baku raw sugar impor. Sementara gula kristal putih mayoritas diproduksi pabrik gula BUMN dan PG swasta.

Selama ini Indonesia melakukan impor gula mentah sebagai bahan baku gula rafinasi. Selain mengimpor gula mentah untuk bahan baku gula rafinasi, pemerintah juga mengimpor gula rafinasi langsung untuk memenuhi kebutuhan gula industri.

DPR bersama pemerintah kerap membahas masalah kebutuhan gula nasional dan produksi gula nasional dalam Pantia Kerja (Panja) Gula. Diberitakan sebelumnya Wakil Ketua Panitia Kerja (Panja) Gula DPR Abdul Wachid meminta pemerintah mengevaluasi keberadaan sembilan dari 11 industri gula rafinasi yang izin operasionalnya sudah habis.

Pernyataan legislator Fraksi Partai Gerindra dari Dapil Jateng II tersebut disampaikan di hadapan Dewan Pembina dan DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) serta Direksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI, PTPN X, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), dan PT Kebon Agung selaku mitra strategis petani tebu di Surabaya pada 21 Maret 2016.

Tentu saja pernyataan tersebut menuai protes banyak pihak sebab bila itu dilakukan akan terjadi kelangkaan gula nasional. Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM) Bin Firman Tresnadi menjelaskan Usulannya itu sebagai suatu cara untuk membuat pemerintah membuka kran import gula putih secara langsung. Padahal impor gula putih tersebut tidak memberikan nilai tambah untuk industri dalam negeri karena tidak melalui proses rafinasi menjadi gula putih dan menambah beban devisa negara.

Gula impor ini juga pada akhirnya akan menghancurkan pabrik gula milik BUMN dan menjatuhkan harga panen tebu petani dan petani tebu dalam negeri pun makin merana nasibnya.

Dari proyeksi kebutuhan gula nasional pada tahun 2015, kebutuhan gula nasional mencapai 5,77 juta ton maka kebutuhan gula nasional 2016 meningkat sebesar 5,97 juta ton. Sementara jumlah produksi nasional 2016 akan menurun mendekati 2 juta ton dibandingkan produksi 2015 sebesar 2.9 juta ton.

Penurunan produksi gula 2016 juga diakibatkan oleh el nino pada 2015 dan pada akhirnya berdampak pada capaian produksi gula 2016. Tanaman tebu baru pada awal 2015 mengalami stagnasi pertumbuhan akibat kekurangan pasokan air. Akibatnya produktivitas berpotensi menurun dari 67,6 ton/ha pada 2015 menjadi 64 ton /ha pada tahun ini.

Akibat produksi gula yang terus anjlok ini, kebutuhan gula nasional untuk konsumsi langsung sekitar 3 juta lebih ton tidak cukup untuk dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Menurut Firman jelas dengan kondisi ini, keberadaan industri gula rafinasi sangat dibutuhkan dan jika 11 Industri gula rafinasi asal ditutup maka akan terjadi kelangkaan gula nasioanal dan menyebabkan hancurnya jutaan Industri usaha kecil menengah yang menghasilkan makanan minuman.

Ketua Umum Serikat Buruh Tani Nasional Ahmad Rifai menyatakan semua pihak terutama KPK harus menjaga kerja panja DPR RI. Hal ini diperlukan agar tak terinterupsi oleh kepentingan mafia inport gula.

"Apalagi di tengah kebutuhan gula nasional kita yang semakin bertambah akibat pemerintah yang kurang berpikir untuk menuju kedaulatan pangan, khususnya pada gula," katanya singkat kepada gresnews.com, Senin (18/4). (dtc)

BACA JUGA: