JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sejumlah perusahaan tambang asing yang menguasai pertambangan negeri ini mulai melepas sebagian saham mereka. Jika saat ini ramai soal rencana rencana divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) kepada PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), begitu pula pada salah satu perusahaan tambang besar dari Australia BHP Billiton.

BHP yang merupakan pemegang konsesi pertambangan batubara di Kalimantan itu juga dikabarkan bersiap melepas sahamnya. Perusahaan asal Australia tersebut bakal melepas seluruh sahamnya di PT IndoMet Coal (IMC). BHP menguasai 76% di IMC, sisanya dimiliki PT Adaro Energy Tbk.

Saat ini IndoMet Coal memegang tujuh konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) proyek batubara di Kalimantan, yakni PT Lahai Coal, PT Ratah Coal, PT Juloi Coal, PT Pari Coal, PT Sumber Barito Coal, PT Kalteng Coal dan PT Maruwai Coal. Sebagian besar perusahaan itu menambang batubara jenis metallurgical coal. Melakukan eksplorasi sejak 1997, IMC baru melakukan penjualan komersial batubara perdana pada September 2015.

Rencana divestasi BHP santer dibicarakan di kalangan pelaku pasar keuangan. Atas aksi korporasi ini belum ada pihak yang menjelaskan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said yang dikonfirmasi wartawan Kamis malam (7/4) soal rencana divestasi saham BHP Billiton tersebut memilih tidak berkomentar. Begitu juga Director Corporate Affairs BHP Billiton Indonesia Imelda Adhisaputra yang dikonfirmasi soal ini belum memberikan tanggapannya.

Menanggapi kabar divestasi BHP Billiton, Direktur Eksekutif ‎Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menyambut baik rencana itu. Asalkan proses divestasinya mengikuti ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 mengenai divestasi. Bahwa skema pelepasan saham harus diutamakan ditawarkan pertama kali kepada pemerintah pusat lewat Badan Usaha Milik Negera (BUMN). Bila pemerintah pusat tak sanggup, dapat menawarkan kepada pemerintah daerah kemudian baru pihak swasta.

"Dengan begitu negara hadir dalam mengelola sumber sumber daya alam," kata mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI itu dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (9/4).

Dia mencontohkan dalam pelepasan saham PT Newmont, pemerintah ikut berperan agar BUMN ikut memiliki saham tersebut. Meski melibatkan pihak swasta, BUMN juga harus memiliki saham mayoritas‎, dengan begitu sesuai Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, yang menyatakan, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.

Anggota Komisi VII DPR RI Bidang Pertambangan Kurtubi menyatakan proses divestasi perusahaan tambang asing di Indonesia bisa mengacu pada proses divestasi Newmont. Kasus Newmont bisa menjadi benchmark sekaligus preseden ideal serta studi kasus menarik dalam kasus divestasi perusahaan tambang yang ada di Indonesia.

"Ini sangat positif karena prosesnya sederhana dan bisa menjadi acuan kalau ada divestasi perusahaan tambang yang ada di Indonesia," jelas Kurtubi.

TUNGGU LAPORAN - Atas rencana BHP Billiton tersebut, Kementerian ESDM menyatakan BHP Billiton belum melaporkan rencana divestasi 76% saham di PT IMC. Sebagai perusahaan global yang telah lama beroperasi di Indonesia, BHP diharapkan melaporkan rencana aksi korporasi tersebut ke pemerintah RI.

"Belum ada laporan masuk ke kami, karena kalau ada laporan ke Kementerian pasti kami tahu. Apalagi ini menyangkut soal perusahaan batubara yang telah lama beroperasi," kata Kepala Humas Kementerian ESDM Sujatmiko.

Sesuai ketentuan Kementerian ESDM, perusahaan batubara yang hendak melakukan aksi korporasi, seperti yang terjadi dalam kasus divestasi Newmont kepada Medco, wajib melaporkannya kepada pemerintah, termasuk pada saat hendak menghentikan kegiatan produksi, BHP wajib melapor ke pemerintah.

Para pihak yang akan melakukan proses transaksi melaporkannya kepada pemerintah. Seperti yang dilakukan pemilik Medco Arifin Panigoro yang melaporkannya kepada Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya pada November 2015.

Dikutip dari situsnya, BHP Billiton dapat disebut penguasa pertambangan di dunia. Perusahaan ini merupakan hasil merger dari Broken Hill Proprietary (BHP), sebuah perusahaan Australia dengan Anglo-Dutch Billiton plc yang bermarkas di Belanda pada 2001. Saat ini BHP Billiton beroperasi di 25 negara dan mempekerjakan kurang lebih 41 ribu orang termasuk di Indonesia.

Di Indonesia, BHP menguasai 76% di IMC. Sisanya milik PT Adaro Energy. BHP Billiton memproduksi berbagai macam bahan tambang seperti bijih besi, nikel, kobalt, uranium, mangaan, kokas, minyak bumi, aluminium, titanium, dan intan.

Saat ini orang-orang kunci BHP Billiton adalah Marius Kloppers (CEO) dan Jacques Nasser (direktur). Pendapatan operasional mencapai US$23,483 miliar (tahun 2008), laba US$15,962 miliar (2008), total aset US$75,889 miliar (2008), total ekuitas US$39,043 miliar (2008).

BACA JUGA: