JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) memperingatkan potensi bahaya yang akan ditimbulkan dari rencana pemberian izin pertambangan emas di Bukit Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, kepada PT Bumi Suksesindo (BSI). Meski diprotes warga, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas telah memberikan lampu hijau beroperasinya penggalian emas oleh anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk di lokasi tersebut.

Keputusan Anas ini ditentang oleh sejumlah warga. Namun Anas berdalih telah berkoordinasi dengan berbagai pihak sebelum memutuskan rencana tersebut.

Aktivis JATAM bidang kampanye lingkungan Ki Bagus Hadikusuma mengatakan bahwa Anas secara terang-terangan mempertaruhkan keselamatan warga Banyuwangi demi investasi perusahaan tambang emas, PT BSI.

Pemurnian emas yang dilakukan PT BSI, menurut Ki Bagus, menggunakan metode Heap Leaching. Penggunaan metode ini dinilai, sangat rentan merusak lingkungan termasuk manusia. Sebab metode ini tetap menggunakan bahan kimia berjenis sianida dalam proses pengolahannya.

"Namun metode ini mereka klaim sangat aman dan ramah lingkungan. Namun hal ini sangat keliru, mengingat sianida merupakan bahan kimia yang sangat berbahaya bila terhirup oleh makhluk hidup," ungkap Bagus dalam pernyataannya, Sabtu (26/3).

JATAM juga menduga perusahaan tersebut akan menggunakan metode Submarine Tailing Disposal (STD) yang merupakan metode mengalirkan limbah dengan penempatan limbah tailing di bawah laut. Metode ini di Indonesia telah digunakan oleh  PT Newmont Minahasa Raya (NMR) di Teluk Buyat dan Newmont Nusa Tenggara (NNT) di teluk Senunu.

"Ironisnya, metode ini sudah dilarang di banyak negara karena terbukti tidak aman dan berbahaya bagi lingkungan," ujar Ki Bagus.

Ki Bagus meminta Bupati Banyuwangi berkaca kepada Kasus pencemaran Teluk Buyat, di mana telah mengakibatkan setidaknya 93 orang menderita berbagai penyakit yang tidak biasa seperti sakit kepala, batuk, demam tinggi, gangguan daya ingat, sakit perut, sakit maag, sesak napas, gatal-gatal dan lain-lain.

Menurut Ki Bagus, dari diagnosa yang disimpulkan oleh Dr. Jane Pangemanan menunjukkan bahwa warga Buyat Pantai menderita keracunan logam berat. Dari hasil penelitian terhadap 25 orang (dengan mengambil sample rambut warga).  "Terbukti bahwa 25 orang tersebut sudah terkontaminasi Merkuri dalam tubuh mereka," tuturnya.

Ki Bagus menyebut Bupati Anas secara jelas tidak memperhitungkan bahwa investasi yang dikeluarkan oleh PT. BSI sangat kecil sekali jika dihitung dengan biaya keselamatan warga yang akan terpapar oleh tailing yang dikeluarkan dari aktivitas pertambangan.

Tak hanya itu, pembukaan tambang oleh PT. BSI merupakan ancaman serius bagi sektor pertanian karena akan menyebabkan kekeringan. Dalam proses pemurnian emas, perusahaan tambang emas membutuhkan air dalam jumlah sangat besar.

Pada 2008 JATAM pernah melakukan kajian kebutuhan air untuk pemurnian emas Tumpang Pitu. Dalam kajian tersebut, jika negara mengizinkan perusahaan tambang mengeksploitasi emas di Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu. "Maka perusahaan tersebut akan menghisap air sebanyak 2,038 juta liter setiap harinya," ujar Ki Bagus.

Kemudian, jika hisapan air serta ditambah dengan jumlah kerukan tanah sebanyak 8.219 truk per hari tentulah akan berdampak buruk bagi dunia pertanian Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi. Hal ini juga menjadi problem serius bagi kebutuhan air warga sekitar Tumpang Pitu.

Apalagi ditambah dengan penetapan PT. BSI sebagai Objek Vital Nasional oleh Kementerian ESDM. Hal itu hanya akan semakin meningkatkan kriminalisasi dan kekerasan terhadap warga. Aparat keamanan yang diturunkan untuk melindungi Obyek Vital Nasional, jelas akan memihak kepada perusahaan dan menyudutkan posisi warga.

"Klaim Bupati Anas, bahwa pengolahan tailing tidak merusak lingkungan, sama sekali tidak mendasar," ujarnya. Informasi yang disampaikan Bupati Anas kepada masyarakat Sumbermulyo Kecamatan Pesanggaran dinilai telah membohongi publik luas.

Sementara itu, terkait studi banding ke pertambangan emas PT. J Resources di Bolaang Mongondow, Penggunaan Sianida dalam metode Heap Leaching tidak pernah disampaikan kepada masyarakat. Padahal sianida adalah kimia berbahaya yang sangat mematikan.

Untuk itulah ia menilai mustahil proyek pertambangan emas akan aman dan ramah lingkungan jika tetap menggunakan Sianida. Ki Bagus menduga ada unsur lain yang menyebabkan Bupati Anas segera merestui pengoperasian tambang emas tanpa mengkaji benar pengelolaan tailing dan dampak lingkungannya.

Untuk itu menurut Ki Bagus. JATAM  mendesak kepada Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, khususnya Bupati Anas, untuk menunjukkan bukti rill terkait studinya ke PT. J Resouces di Bolaang Mongondow. Mereka Harus memaparkan kajian-kajian oleh tim mengenai proses tailing yang ramah lingkungan tersebut. "Tidak hanya sekedar klaim tak berdasar di depan masyarakat Banyuwangi." tegasnya.


KLAIM HASIL KAJIAN - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas bersama perwakilan PT BSI dan Forpimda menemui langsung warga sekitar tambang emas Tumpang Pitu di Lapangan Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran. Kedatangan mereka seakan ingin merayu para penduduk agar menerima daerahnya menjadi tambang emas.

Hal pertama kali yang Anas lakukan yaitu menjelaskan kronologi terkait perizinan kegiatan eksplorasi yang dimulai sebelum ia memimpin daerah tersebut. Anas menjabarkan bahwa kegiatan eksplorasi emas di Banyuwangi sudah dimulai sejak tahun 1991 sampai 1994 oleh PT Gamasiantara (Golden Eagle Indonesia) Holding dari 1994 sampai 1997. Lalu dilakukan oleh Golden Valley Mines (1997), Placer Dome (1999-2000) dan Hakman Group JV. Pada 2006, PT Indo Multi Cipta (IMC) yang selanjutnya berubah nama menjadi PT Indo Multi Niaga (IMN) untuk melanjutkan kegiatan eksplorasi.

Proses perizinan diklaim Anas sudah cukup panjang. Tercatat sejak 2006 sudah terbit Surat Keterangan Izin Peninjauan (SKIP) dan Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum kepada PT IMC dan selanjutnya pada tahun 2007 terbit Kuasa Pertambangan Eksplorasi atas nama PT IMN yang selanjutnya pada tahun 2008 terbit Kuasa Pertambangan Eksploitasi.

Seiring dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka KP Eksploitasi PT IMN disesuaikan bentuknya menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi pada 2010. Dan pada 2012, IMN mengajukan pemindahan IUP ke PT Bumi Suksesindo (BSI) hingga saat ini.

Anas memaparkan sejak awal dirinya menjabat Bupati pada 20 Oktober 2010, sudah ada 137 tahapan proses yang diajukan ke Pemda terkait perizinan tambang. Anas mengaku telah mencermati dan menemukan fakta bahwa bahwa saat itu tidak ada satu pun kerangka kerja yang bisa menguntungkan masyarakat Banyuwangi.

Tapi disisi lain, ia juga dihadapkan pada pilihan tuntutan untuk menutup tambang atau terus melanjutkannya karena perizinan tambang telah berjalan sejak dia belum menjabat. Ia mengklaim selama 1,5 tahun tidak mau melakukan pertemuan dengan PT IMN yang kala itu mengelola tambang.

"Selama itu pula saya tidak menandatangani RKP (Rencana kerja Perusahaan). Saya putuskan saya harus mencari benchmark, bertanya ke para ahli, hingga berkonsultasi ke sejumlah kepala daerah tentang pengelolaan tambang di wilayahnya" ujar Anas, kemarin.

Pemkab Banyuwangi kemudian mencoba untuk meningkatkan manfaat tambang bagi warga Banyuwangi. Anas pun mengaku telah belajar dari beberapa kepala daerah yang mempunyai masalah serupa.

Diantaranya dengan Kepala Daerah Kutai Timur yang secara berani menutup tambang, hingga berujung gugatan arbitrase internasional. Kemudian ia juga mengaku telah belajar dari Bupati Sumbawa Barat dimana Pemda setempat bisa mendapatkan saham, yang bisa dipergunakan untuk pembangunan daerah.

"Dari beberapa kali pertemuan dan negosiasi hingga belasan kali, muncullah ide golden share. Pemkab Banyuwangi lalu mendapat golden share dihitung dari total modal disetor buat mengelola tambang. Banyuwangi mendapat saham tanpa mengeluarkan uang," tuturnya.

Anas mengklaim sistem tersebut pertama kali diterapkan di Indonesia. Keuntungan tambang, katanya, bisa digunakan untuk biaya sekolah putra-putri Banyuwangi bahkan hingga perguruan tinggi. Kemudian membangun infrastruktur seperti jalan, dan juga fasilitas kesehatan.

Sementara itu, konsultan PT BSI,  Arief Armansyah yang ikut hadir dalam pertemuan itu, menjelaskan jenis pertambangan di Tumpang Pitu terkategori pertambangan epitermal sehingga tidak ada tailing yang membahayakan baik itu kepada warga maupun lingkungan sekitar.

Proses pengelolaan eksplorasi emas digunakan metode penambangan heapleaching. Acuan yang disebutkan adalah salah satu pertambangan di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Dalam sistem tersebut, limbah tidak dibuang ke laut, namun diproses sedemikian rupa sehingga aman bagi alam.

WARGA MOGOK MAKAN - Rencana pemda Banyuwangi  memberikan izin perusahaan untuk menambang di bukit Tumpang Pitu tak lekang oleh aksi penolakan warga. Bahkan hingga pekan lalu aksi unjukrasa yang berujung mogok makan masih digelar warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi di depan kantor Bupati Banyuwangi.

Belasan warga nekad melakukan aksi mogok makan hingga kondisinya lemas dan harus dilarikan ke rumah sakit setempat. Meski sempat dibubarkan petugas Satpol PP setempat mereka tetap melanjutkan aksi mogok makan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah setempat yang mengizinkan eksploitasi penambangan emas di kawasan Gunung Tumpang Pitu.

Mereka mengeluhkan dampak kegiatan penambangan yang berakibat para petani kehilangan sumber mata air. Bahkan penambangan yang dilakukan PT BSI dianggap mengganggu masyarakat karena aktivitas penambangan dilakukan selama 24 jam.

Selain berunjuk rasa dan mogok makan, warga Desa Sumberagung juga melakukan gugatan class action menolak penambangan emas. Sidang perdana dari gugatan itu sudah digelar di Pengadilan Negeri Banyuwangi pada Rabu (16/3) lalu.

BACA JUGA: