JAKARTA, GRESNEWS.COM - Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) masih menyatakan mempertimbangkan melakukan kembali audit anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang berderak di pengadaan minyak yakni, PT Pertamina Energy Trading Limited ( Petral). Pertimbangan itu dilakukan mengingat pada tahun 2012-2013 BPK telah melakukan audit terhadap Petral.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) Harry Azhar Azis mengatakan, saat ini BPK masih belum memutuskan untuk melakukan pengauditan laporan keuangan Petral. Meskipun sebelumnya pada tahun 2012-2013 telah melakukan audit terhadap Petral. Upaya Audit ulang Petral itu, menurut Azis, bisa dilakukan oleh dua skema, pertama adalah dari inisiatif BPK dengan data-data yang ditemukan, kedua atas permintaan DPR-RI.

Namun menurutnya hingga saat ini, belum ada permintaan resmi DPR untuk mengaudit Petral. Tapi tanpa permintaan DPR, BPK dapat mengambil langkah audit jika menemukan data baru. "Apabila ada data baru atau kemungkinan data baru yang kita akan periksa, akan kita ajukan dalam sidang badan. Kalau disetujui, kita akan lakukan," katanya.

Namun hingga saat ini BPK, belum memutuskan untuk mengaudit setelah melakukan pemeriksaan Petral pada 2012-2013. "Sedang kita timbang-timbang apakah audit itu perlu lagi atau tidak," katanya di Crown Plaza Hotel di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu, (9/12).

Ia juga tak menargetkan batas waktu pertimbangan itu. Menurutnya yang ditargetkan keberadaan Petral merugikan negara atau tidak. "Kalau kita yakin ada indikasi, kita teruskan, apakah indikasi itu valid atau tidak," jelasnya.

Menanggapi keengganan BPK yang belum bersedia pengauditan Petral pengamat hukum dan politik, Standarkiaa Latief mengatakan, bahwa likuidasi Petral bukan berarti selesai persoalan migas di Indonesia. Anak perusahaan Pertamina itu  begitu sarat dengan kontroversi beraroma komisi di DPR di antara elit politik strategis dengan pengusaha minyak kakap yang sekian lama menghisap keuntungan luar biasa.

"Untuk itu audit tuntas oleh BPK mutlak diperlukan demi penegakan hukum di tanah air. Audit investigatif juga diperlukan mengingat kiprah Petral dalam operasionalnya berindikasi kuat menerapkan pola kolusi di dalam sistem kekuasaan," kata Standarkiaa Latief kepada gresnews.com Kamis (10/12).

Standarkiaa menjelaskan, hal ini bukan lagi menjadi rahasia umum. Tidak ada alasan DPR bersikap "adem-ayem" atas tindak lanjut penyikapan soal hukum terhadap Petral.
"Jika DPR tidak tegas hal tersebut, justru perlu dipertanyakan, ada apa sebenarnya. Jangan sampai DPR menambah daftar dosa kepada  rakyat, yang berarti  adalah pengkhianatan atas rasa keadilan," jelasnya.

Sedangkan bagi pemerintahan presiden Jokowi-JK, pembiaran ketidakpastian audit terhadap Petral berarti pengingkaran atas semangat Nawa Cita yang telah digaungkan sejak pencalonannya sebagai Presiden.

"Jika dalam audit yang berpedoman pada prinsip etik kejujuran, ditemukan penyimpangan dalam bentuk perbuatan melawan hukum, maka siapa pun yang terlibat harus diproses sesuai aturan hukum. Untuk itu sangat penting dilakukan kontrol ketat atas audit yang berjalan," ungkap Ketua Umum Serikat Kerakyatan Indonesia ( Sakti) ini.

Menurutnya , peran ini tidak bisa hanya mengandalkan institusi DPR tapi perlu partisipasi semua elemen masyarakat sebagai subjek yang terkena dampak dari perilaku Petral sekian lama beroperasi di sektor perminyakan tanah air.

Namun, apabila penegakan kepastian hukum (law enforcement) terhadap Petral sungguh-sungguh berjalan dalam koridor semangat perubahan untuk perbaikan tata kelola negara. Maka akan muncul kepercayaan masyarakat luas (public trust) sebagai penguatan legitimasi pemerintahan.

"Tapi sebaliknya, jika pemerintah dan parlemen tutup mata atas penyimpangan Petral, sesungguhnya akan berkembang resistensi di kalangan rakyat maupun," tegasnya.
Selain itu, perlu diketahui, perilaku Petral selama beroperasi masuk kategori "kejahatan luar biasa" (extra ordinary crime) yang sangat sistemik.

KATUP PENYELAMAT - Dalam kesempatan lain, Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Study (IMES), Harli Muin, mengatakan audit forensik BPK terhadap Petral atas permintaan DPR-RI harus tuntas, karena audit semacam ini bertujuan mencari barang bukti berkaitan unsur unsur kejahatan yang dilakukan Petral.  Namun demikian persoalannya,  apakah hasil audit dapat memenuhi syarat untuk dijadikan alat bukti.

"Kebanyakan audit macam ini di Indonesia hanya sebagai alat katup penyelamat koruptor.  Artinya,  dengan audit ini memberikan legitimasi bahwa apa yang sedang terjadi di Petral biasa-biasa saja sesuai prosedur.  Jadi saya meragukan audit itu meski dilakukan secara detail. Apa lagi dilakukan secara tertutup," kata Harli kepada gresnews.com, Kamis (1/12/15).

Harli mengaku banyak orang berharap audit mestinya sudah berjalan bukan hanya sekedar di mulut anggota DPR saja. Ia menduga lambatnya audit ini,  sebagai cara mengulur waktu.  "Bagi saya,  mengulur waktu ini adalah upaya membangun deal dan konsensus mengatur hasil audit.  Waktu molor,  supaya anda tahu cara mereka memanfaatkan ruang deal mencari rente," jelasnya.

Direktur Eksekutif IMES ini menyebutkan, Petral sudah merugikan negara puluhan tahun. Oleh karena itu wajib diusut tuntas.  Mereka harus bertanggung jawab atas perampokan uang Rakyat Indonesia.

"Bila benar mereka tidak melakukan kejahatan itu,  mereka harus lulus ujian ini dan membuktikan bahwa mereka tidak merugikan uang negara,  uang rakyat Indonesia," tegas Harli.

Menurut Harli apa yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) dalam audit sudah memenuhi standard dan pihaknya selalu tertutup karena aturan. "Dengan kasus ini mestinya BPK lebih transparan,  sehingga membuka peluang masyarakat terlibat dan memberikan informasi mengenai kejahatan Petral sebagai bukti permulaan fokus audit," ungkapnya.

AUDIT PERTAMINA - Sebelumnya Pertamina (Persero) mengumumkan temuan proses audit terhadap Pertamina Energy Trading Limited (Petral) Group yang tekah dilakukan pihaknya. Direktur Pertamina Dwi Sutjipto mengatakan hasil audit tersebut telah diberikan kepada pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada 30 Oktober lalu. "Laporan temuan-temuan ini telah kami sampaikan kepada pemerintah untuk mengambil langkah lanjutan apabila diperlukan," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (9/11).

Dwi menambahkan laporan hasil audit tersebut juga dapat menjadi dasar bagi langkah-langkah perbaikan kebijakan, khususnya dalam proses pengadaan minyak mentah dan produk di masa mendatang. "Audit ini akan ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan dalam kegiatan pengadaan minyak dan produk minyak oleh perusahaan," katanya.

Dwi menyebutkan terdapat tiga kegiatan terpenting yang sudah dan sedang dilakukan dalam menindaklanjuti audit Petral tersebut. Pertama, Pertamina "due diligent" terhadap keuangan dan pajak, audit forensik yang dilakukan oleh auditor independen, serta "wind-down process" berupa novasi kontrak, settlement utang piutang, dan pemindahan aset kepada Pertamina.  Due diligent tersebut akan tuntas pada akhir bulan November ini sedangkan "wind-down process" akan berakhir pada Desember 2015.

Dwi menuturkan audit forensik yang dilaksanakan pada 1 Juli hingga 30 Oktober 2015 tersebut menemukan beberapa anomali yang sekaligus dapat menjadi referensi untuk perbaikan sistem baru pengadaan minyak dan produk di masa mendatang oleh "Integrated Supply Chain". "Beberapa temuan tersebut meliputi inefisiensi rantai suplai yang meningkatkan risiko mahalnya harga minyak mentah dan produk," katanya. (Agus Irawan)





BACA JUGA: