BALI, GRESNEWES.COM - Proyek pembangkit listrik dengan total kapasitas 35.000 megawatt (MW) atau 35 gigawatt (GW) mulai bergulir. Proyek ini sebagian besar masih menggunakan bahan bakar batu bara sebagai penggerak pembangkit listrik. Dampaknya setelah proyek ini rampung maka kebutuhan batu bara bakal naik berlipat.

Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, proyek pembangkit yang ditargetkan rampung 2019 ini, akan meningkatkan kebutuhan pasokan batu bara di dalam negeri mencapai menjadi 250 juta ton per tahun. Proyek ini menyebabkan penyerapan batubara domestik akan meningkat drastis.

"Dari program itu penyerapan konsumsi domestik 80-90 juta ton akan naik berlipat menjadi 250 juta ton," kata Sudirman, usai membuka 21st Coaltrans Asia, atau pertemuan industri batubara terbesar dunia yang berlangsung di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Bali, Senin (8/6).

Kondisi ini, menurut Sudirman, menjadi kesempatan bagi para pengusaha batu bara, di tengah anjloknya harga di pasaran dunia saat ini. Pemerintah juga akan melakukan penertiban perizinan batu bara, sehingga ada persaingan yang sehat di industri tambang tersebut.

"Waktu yang baik untuk konsolidasi mengenai produksi dan konsumsi, antara pemerintah dengan pemain. Regulasi di samping didorong supaya market lebih sehat, kita ingin berikan sanksi dan rewards. Sanksi bagi ribuan pemegang IUP (izin usaha pertambangan) yang tidak beres, itu tidak boleh dibiarkan," papar Sudirman.

Dia mengatakan, pemerintah ingin memberikan kesempatan bagi pengusaha batu bara yang memiliki modal untuk benar-benar diberikan kesempatan.  "Kami akan segera bicara dengan player, apakah akan ke gasifikasi juga. Soal CNC (clean and clear), sooner dan faster harus diselesaikan, karena industri pun butuh penjelasan. Kemarin terkendala masa transisi. Kami sudah kerjasama dengan KPK untuk review mendalam," tegas Sudirman.

Sudirman dalam acara forum pertemuan para pengusaha batu bara dunia di Bali menjelaskan Indonesia adalah negara produsen sekaligus konsumen batubara. "Industri batu bara sedang mengalami tantangan jatuhnya harga. Saat ini harga US$ 62 per ton. Menariknya, kondisi harga turun, produksi kita tetap naik," kata Sudirman.

Sudirman mengatakan, meski harga batu bara turun, Indonesia justru masih meningkatkan produksi. Proyeksi produksi batu bara 2015 mencapai 425 juta ton. "Jika kita produksi di tengah industri batubara seperti ini, saya sarankan kita perlu konsolidasi. Pemain-pemain yang hadir di sini adalah pemain yang survive. Pemain serius yang tetap bertahan lama," katanya.

Tahun ini pemerintah menargetkan produksi batu bara 425 juta ton. Nilai ini turun 2 persen, dibandingkan produksi di 2014 lalu yang mencapai 435 juta ton. Pemerintah mengakui akan membatasi produksi batu bara.

Menurut Dirjen Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM, Bambang Gatot penurunan produksi ini terjadi di tengah anjloknya harga batubara. "Pembatasan produksi ke depan memang akan ada. Tapi 2015 tetap pada target (produksi) 425 juta ton, sampai 2019 akan kami turunkan sampai 400 juta ton," katanya

Bambang mengatakan, pemerintah saat ini tengah mendorong hilirisasi tambang batu bara. Seperti di Kalimantan Timur, di mana sudah berjalan industri hilir berupa pembuatan briket baru bara untuk digunakan industri kecil dan menengah. (dtc)

BACA JUGA: