Bareskrim Mabes Polri (Edy Susanto/gresnews.com)

JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri membongkar kasus pembobolan bank yang dilakukan seorang pengusaha dengan bermodalkan dokumen PO (Purchase Order ) palsu. Pembobolan  itu dilakukan terhadap 7 bank, baik swasta dan BUMN, hingga senilai Rp1 triliun.

Aksi pembobolan bank dengan nilai fantastik itu dilakukan tersangka berinisial HS yang merupakan Direktur  PT Rockit Aldeway. Ia bekerjasama dengan representatif manager sebuah Bank berinisial D hingga berhasil mengeruk pinjaman senilai hampir Rp1 triliun dengan dokumen yang dipalsukan. Keduanya telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.

Dirtipideksus Brigjen Pol Agung Setya menyampaikan, modus yang dilakukan dua tersangka tergolong baru.  "Ini modus yang baru, yang kita belum pernah lihat bagaimana suatu perusahaan mengajukan kredit kemudian mempailitkan diri dan menghindari pembayaran kredit," kata Agung di Kantor Bareskrim Mabes Polri, Kamis (9/3).

Agung menuturkan, terbongkarnya kasus ini bermula pada 2016 lalu saat industri perbankan lesu. Perbankan saat itu tidak bisa meningkatkan keuntungan lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan nilai kredit macetnya atau non performing loan (NPL) perbankan berdasar laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencapai 3,1 persen.

"Ini memicu kita khususnya di Tipideksus Subdit Perbankan untuk melakukan penyelidikan munculnya NPL yang tinggi, dan NPL ini banyaknya fraud terkait kredit," jelas Agung.
 
Kini, jajaran penyidik di Tipideksus terus mengembangkan kasus ini bekerjasama dengan pihak perbankan dan PPATK untuk menelusuri aset-asetnya. Penyidik akan mendalami proses kepailitan yang dilakukan tersangka terhadap perusahaannya. Namun hingga saat ini baru empat bank yang melapor. Total kredit yang digelapkan mencapai sebesar Rp836 miliar dari tujuh bank dengan rincian, bank pemerintah sebesar Rp398 miliar dan bank swasta sebesar Rp438 miliar.

"Dan kita temukan ada dana lain yang kita sedang lakukan penyelidikan sebesar Rp1,7 triliun," kata Agung.

Terhadap dua tersangka dikenakan pasal berlapis. Pertama dikenakan UU Perbankan pasal 48 ayat 2. Kedua, Pasal Pemalsuan Ayat 263 dan 378 KUHP serta UU Pencucian Uang Pasal 3 dan 5 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

MODUS PEMBOBOLAN - Agung menyebut modus yang dilakukan tersangka tergolong baru. HS yang merupakan mantan pegawai bank mengetahui celah itu. Dia mengajukan kredit modal kerja (KMK) untuk perusahaannya PT Rockit Aldeway kepada tujuh perbankan baik swasta maupun bank BUMN. Namun pengajuan itu menggunakan dokumen-dokumen palsu, seperti PO dan adendum kerja yang dipalsukan.

Caranya saat mengajukan KMK tersebut, HS mempengaruhi Representatif Manager di salah satu bank berinisial D dengan pemberian suap senilai Rp700 juta.  D yang kini juga telah ditangkap dan ditetapkan tersangka inilah yang kemudian memberikan persetujuan atas permohonan kredit tersebut, melalui mekanisme yang menyimpang. "Upaya mempengaruhi D, dia dikirimin uang Rp700 juta," kata Agung.

D selaku Representatif Manajer bank swasta itu tidak memverifikasi dokumen berupa agunan yang diajukan HS. Sebab agunan itu ternyata milik orang lain. Dalam kasus ini, HS mengajukan pinjaman bermodalkan 10 dokumen Purchase Order (PO) pengadaan batu split untuk perusahaan yang menyediakan batu split. Setelah diperiksa, 10 perusahaan yang diajukan itu hanya dicatut namanya untuk memesan batu split. Dokumen pemesanan dan adendumnya ternyata palsu. HS membuat sendiri dokumen itu dengan memalsukan kop surat dan tandatangannya  

Tapi belakangan,  KMK yang diajukan HS tersebut cair. "Kita tahu untuk mencairkan dana KMK, HS harusnya mengajukan satu bukti dokumen PO untuk bekerja. Kalau tidak ada itu tidak bisa dicairkan.  Tapi kita sudah periksa, perusahaan itu menyatakan palsu karena kopnya tidak sesuai dan tanda tangan tidak sesuai," terang Agung.

Diduga untuk menghindari kewajiban dari membayar utang itu HS kemudian mengajukan PT Rockit Aldeway pailit dan mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) ke pengadilan.  Saat ini penyidik tengah bekerja sama dengan kurator dari pengadilan untuk menyelidiki kepailitan perusahaan milik HS tersebut.

DIUSUT  KEJAGUNG - Belum lama ini, PT Bank Mandiri (Tbk) telah  menggandeng Kejaksaan Agung untuk menelisik dugaan kredit macet yang tidak wajar di Bank Mandiri. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas sempat menyampaikan ada sejumlah perusahaan-yang dilaporkan karena menunggak utang ke Bank Mandiri, mulai dari Rp10 miliar hingga Rp1 triliun. Mereka yang dilaporkan itu karena bermasalah dalam pembayaran kredit.  Mereka juga terindikasi melakukan penggelapan pinjamanya. "Contoh yang memiliki indikasi fraud, seperti memberikan data-data palsu," kata Rohan.

Selain itu, modus lain yang dilakukan perusahaan debitur bermasalah, adalah berpura-pura kena imbas ekonomi yang buruk. Namun alasan seperti ini bisa dibuktikan dengan melakukan review lebih mendalam terkait keuangan perusahaan, juga kinerja perusahaan.

Saat ini Kejaksaan Agung tengah mengusut dugaan penyelewengan kredit ke PT Anugrah dan PT CSI.  PT Anugrah Lautan Luas diduga melakukan pemalsuan data terkait nilai kontrak kapal yang tidak sesuai dengan harga sebenarnya. Dugaan penyimpangan lainnya adalah penggunaan fasilitas kredit dengan Keterangan palsu atas akta notaris.

Selain dua perusahaan itu, pihak Bank Mandiri juga telah melaporkan PT Rockit Aldeway yang telah mengantongi pinjaman senilai Rp350 miliar. Kemudian CV Angkasa Karya Logam dengan pinjaman Rp100 miliar.








BACA JUGA:
.