JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jumlah imigran warga Rohingnya dan Bangladesh yang terdampar di Pantai Aceh Utara dan Timur, sudah mencapai 1.668 orang sejak 10 Mei 2015. Diperkirakan masih ada 6000-8000 imigran yang terkatung-katung di tengah laut di sekitar perairan Laut Andaman dan Selat Malaka.

Kasus ini menjadi persoalan sendiri bagi Indoneseia sebagai negara transit sekaligus negara tujuan. Sehingga harus secara konpreshensif ditangani agar tidak mencuat menjadi krisis kemanusiaan di wilayah Indonesia.

Menyikapi hal itu, Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Masdar Farid Masudi, justru mempertanyakan sikap pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi  terhadap pemerintah Myanmar. Masdar berharap agar tokoh politik peraih nobel perdamaian ini bisa lebih berperan menyelesaikan masalah pengungsi Rohingnya. Sebab mereka tidak lagi memiliki tempat tinggal di negaranya karena terusir.

"Dunia pasti bertanya, dimana kehormatan nobel yang diperoleh Aung San Suu Kyi?," tutur Masdar dalam acara diskusi bertema Save Rohingnya di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh I, Jakarta Pusat, Jumat (22/5).

Namun demikian, menurutnya karena persoalan Rohingnya sudah ada di depan mata bangsa Indonesia maka pemerintah harus membuka diri demi kemanusiaan. Indonesia tidak bisa menolak menanganinya karena banyak prinsip dasar yang mengharuskan Indonesia tgerlibat. Seperti adanya prinsip kemanusiaan.

"Atas asar kemanusiaan, setidaknya  kita harus menampung mereka dalam batas waktu tertentu. Namun  persoalan kemanusiaan ini tidak adil juga jika ditangggung sendiri oleh pemerintah Indonesia," tegasnya. Sehingga harus didorong keterlibatan dunia internasional, seperti masyarakat ASEAN atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Alasannya, manusia tidak pantas menelantarkan manusia hanya karena beda etnis atau agama. Ia juga menyindir "sikap acuh" negara-negara yang tergabung dalam PBB yang terkesan diam menghadapi imigran Rohingnya.

"Sekiranya masyarakat Rohingnya ini adalah konglomerat, maka akan banyak negara yang menyambut dan menerima mereka dengan "karpet merah", tuturnya. Akan tetapi faktanya, kata Masdar, imigran Rohingnya bukan orang-orang yang mempunyai uang melimpah. Karena itulah mereka diperlakukan seperti saat ini, banyak ditolak dan tidak ditangani negara-negara anggota PBB. Sementara agama dan etnik, menjadi faktor berikutnya.

"Ini persoalan ketidakadilan global yang sangat menghinakan kemanusian," tegas Masdar .

Sementara menurut Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata pada Direktorat Jenderal Multilateral, Kementerian Luar Negeri, Andy Rachmianto, pemerintah Myanmar sudah berjanji akan memulangkan imigran Rohingnya.

Minggu depan, kata Andy, Indonesia akan menghadiri pertemuan khusus di Bangkok, Thailand bersama negara-negara yang terkena dampak imigran Rohingnya tersebut. "Setidaknya ada 17 negara yang turut diundang, diantaranya, Indonesia, Malaysia, dan  Srilangka," ungkapnya.

Menurut Andy, pertemuan itu akan membicarakan penanganan dan penyelesaian imigran Rohingnya dan Bangladesh dengan prinsip "berbagi beban" atas dasar kemanusiaan.

BACA JUGA: