JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah dinilai salah perhitungan dalam memberlakukan kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ketika harga minyak dunia turun. Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan selain salah perhitungan pemerintah juga salah momentum.

"Sebab pemerintah juga belum mempersiapkan desain stabilisasi harga, mengeluarkan kebijakan untuk menstimulus transportasi dan membuka lapangan pekerjaan," kata Enny kepada Gresnews.com, Kamis (20/11).

Karena itu, Enny menuntut Pertamina membuka harga produksi minyaknya untuk mengetahui berapa sebenarnya harga keekonomian BBM bersubsidi. "Itu sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi bahwa penentuan harga BBM harus disesuaikan dengan harga keekonomian," katanya menambahkan.

Pertamina harus terbuka kepada publik untuk memaparkan berapa biaya produksi minyaknya, sehingga nanti dapat dilihat harga keekonomian masih di atas pasar atau masih di bawah pasar. Kemudian nanti perhitungannya berapa besar beban pemerintah sanggup untuk memberikan subsidi.

Ketika harga BBM dinaikan, maka pemerintah juga harus menghitung berapa beban yang ditanggung oleh masyarakat. "Harga wajar itu, harus Pertamina membuka harga produksinya. Harga keekonomian itu harga produksi," kata Enny

Sementara itu, mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kwik Kian Gie mengungkapkan pemerintah tidak jujur ketika mengatakan hrus menanggung beban subsidi energi BBM dan LPG 3 kg yaitu sebesar Rp291,11 triliun. Angka subsidi BBM dan LPG bersubsidi kata Kwik tidaklah sebesar itu. Pasalnya pemerintah juga menerima pemasukan dari penjualan BBM dan LPG bersubsidi tersebut.

Pemasukan yang diterima termasuk besar yaitu dari pajak penghasilan migas, penjualan minyak bumi dan gas yang totalnya mencapai Rp289,71 triliun. Jika pemasukan tersebut dikurangi dengan beban susbidi sebesar Rp291,11 triliun. Hasilnya pun hanya minus Rp1,4 triliun. "Artinya pemerintah hanya mensubsidi di sektor BBM hanya sebesar Rp1,4 triliun, namun hal itu tidak pernah diungkap pemerintah," katanya.

Kemudian dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014, pada sisi pengeluaran terdapat pos anggaran subsidi BBM dan LPG 3 kg sebesar Rp284,99 triliun. Pada sisi penerimaan terdapat pos pajak penghasilan dari migas sebesar Rp80,57 triliun dan pos penerimaan dari minyak dan gas bumi sebesar Rp195,95 triliun.

Jumlah pemasukan dari migas yang sebesar Rp276,52 triliun, menurut Kwik tidak pernah diungkapkan oleh pemerintah. Dia menambahkan jika dilihat dari pemasukan uang tunai migas, misalnya defisit uang tunai yang disebabkan dari bensin premium dan LPG tabung 3 kilogram hanya sebesar Rp8,47 triliun. Angka itu didapat dari pemasukan Rp276,52 triliun dikurangi pengeluaran Rp284,99 triliun.

BACA JUGA: